Rabu, 07 Maret 2012

Cincin Putih Asmi

Dalam keterpakuan Aku menjadi bisu, bisu menatap sebuah kebohongan yang ada, kepalsuan rindu dan kepalsuan cinta, yah ……seperti itulah adanya diriku, sejak Aku mendapatkan isu tentang dirimu bahwa kamu adalah laki-laki pendusta, laki-laki yang selalu mempermainkan perasaan perempuan, itulah informasi yang kudapatkan tentangmu, kadang Aku menjadi muak terhadapmu, Seakan Aku tak ingin melihatmu lagi, kalau bukan karena cincin jemari manisku, maka aku lebih baik diam dan tak bergeming, inilah yang membuat aku muak tentang dirimu, muak dengan sebuah rindu palsu.
Kerinduan Asmi kepada Fatur menjadi rindu palsu…Asmi selalu menyakinkan dirinya namun acapkali pula ia dihantui dengan kalimat dari kawan karibnya,
“Asmi, Fatur itu seorang play boy, dia selalu mempermainkan wanita, dia selalu menjadi laki-laki yang menghianati perempuan” Aku tahu karena dari mantan pacarnya, dan interaksi aku dan pacarnya baik saat ini” kata Aisyah.
Sejak kalimat itu, Asmi menjadi pemurung, Sepekan ia berangkat ke Sekolah, padahal ujian semakin dekat, Ujian mid semester yang bulan Maret ini.
Malam yang ditemani nyanyian jangkrik dan ditemani rembulan, dengan menikmati secangkir teh hangat, Asmi duduk diserambi sambil menatap bintang, pikirannya menerawang, mulutnya terkunci pada saat paman dan bibinya bertanya tentang kondisi dirinya.
“Nak, ada apa?” kata Yuli
Yuli yang memperhatikan Asmi keponakannya termenung mencoba ia dekati dan mencoba menghiburnya namun Asmi pun tak mau berujar sepata kata apapun,
“Asmi, Ada apa nak…., apa kamu sakit…?” Tanya tante Yuli, namun lagi-lagi Asmi tak bergeming, ia seperti bisu, tatapannya hampa, pandangannya kosong, dan tak mampu berujar apa-apa, karena sakit yang dirasakan kali lebih sakit dari pengalaman lalunya bersama ferdi.
Tante Yuli membawa Asmi masuk ke dalam kamarnya, Asmi berdiri dengan sisa-sisa kekuatan yang ia rasakan, pada kasur Asmi dibaringkan, nanarnya ingin berujar namun tak mampu.
“Nak, tidurlah, mungkin ketika engkau bangun kau akan kembali ceria”
Yuli, mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Asmi, lalu ia keluar dari kamar Asmi, keponakan yang ia rawat sejak kecil.
Asmi yang tertidur pulas, dalam pikiran ilusinya menerawang dan tak kuasa butiran Kristal keluar dari pipinya, suara isak tangispun kembali terdengar pada ruang 2x2 bersekat tripleks itu, lampu philispun redam.
Matahari pagi kembali menyapa, seperti biasa suasana Apel dan rutinitas pagi di sekolah ini kembali diperankan, pasca rutinitas itu Fatur dan Asmi berdebat hebat, di depan ruang kelas.
“Fatur, demi cinta yang kau berikan kepadaku, Aku tak pernah merasakan pahit ini, mengapa kau begitu tega menghianatiku, kau bercumbu dengan tina, Tina yang kuanggap sebagai sahabatku”
“Asmi, demi karang yang diterpa badai, demi phinisi yang meluluhlantakkan ombak, Sedetikpun Aku tak pernah berpikir untuk menghianatimu, Aku menyangimu, kesungguhan cintaku terpancar dalam diriku, Tatap mataku Asmi, maka kau menemukan, hanya kau yang ada dalam kalbuku, telah kupahat namamu dalam dinding kalbuku” ungkap fatur meyakinkank Asmi.
“Fatur….sumpah serapah yang kau sebut tadi hanya manis dibibirmu saja, kata-kata itu cocok buat perempuan-perempan lain, dalam benakku kau laki-laki bejat, mengobral cinta, setelah itu kau campakkan mereka”
Fatur yang mendengar cerita Asmi Cuma dapat diam dan membisu, ia ingat ketika beberapa perempuan yang pernah ia pacari karena muak dengan Fatur, karena Fatur tak mampu membahagiakan perempuan-perempuan yang pernah memasuki relung hatinya dengan beberapa hadiah sehingga Fatur dicampakkan.
“Asmi….Aku tak pernah bercumbu dengan Tina, aku tak pernah berpacaran dengan Tina, waktu itu, kami adalah sahabat, ketika Tina membutuhkan pertolonganku dengan mengajarinya dengan mengerjakan tugas Bahasa Indonesianya, ia menghubungiku, Cuma itu………..apakah salah ketika orang lain membutuhkan kita kemudian kita membantunya…?
“Asmi…..kau mengajariku tentang banyak hal…kau mengajariku bahwa sesame manusia kita saling tolong menolong, sesame manusia kita saling menghargai, tapi kenapa…kamu dengan tega menuduhku..seperti itu….
Asmi tak menjawab apa-apa, ia murung dan tak berdaya mengingat perkataan sahabatnya, bahwa Fatur telah menjadi penghianat…penghianatan dari cinta yang mereka lakoni, cinta yang tumbuh setelah berabad-abad.
“Asmi….ok, Aku jujur denganmu bahwa pernah Aku berada dalam suasana seperti itu, tetapi mesti kau ketahui Asmi bahwa setelah Kau menjadi kekasihku, Aku tak pernah berniat untuk menjadikanmu sebagai selir, atapun aku mencari perempuan lain, sebab cincin putih yang menandakan keseriusanku kepadamu, Asmi cincin itu……yah cincin putih itu yang kusematkan pada jari manismu waktu ditelaga cinta…saat itupula Aku tak berniat akan menjaga cinta kita, seberat apapun bebannya akan Aku pikul, sesulit apapun kehidupan ini Aku tetap akan menjaga cinta kita, walau kelak nantinya ketika kita masing-masing telah melalui masa SMA dan Kuliah aku akan tetap menjaga cinta kita, karena Kau kuanggap sebagai perempuan yang mengubah hidupku 360 derajad, Kau tahu sendiri Aku…seperti apa aku…dalam aqidah aku kalah, tapi kau mampu membuatku seperti ini itu karena kau Asmi…”
Fatur kemudian berlalu meninggalkan Asmi dengan pesan bahwa cinta dan cincin dijemari Asmi tetap terpakai, dan tidak ada pengganti dalam diri Asmi kecuali Fatur. Fatur yang tak habis pikir mengapa Asmi berubah seperti itu.
Dua bulan kemudian, Asmi dan Fatur tak saling tutur sapa, karena permintaan Asmi untuk menyendiri, terdengar kabar bahwa Fatur meninggalkan kota yang ia tempati untuk mengikuti proses belajar, Fatur pindah mengikuti Ayahnya ke kota kalong, Asmi yang mendengar berita tersebut tak sedikitpun memiliki kesedihan karena Fatur dia anggap adalah laki-laki bejat, yang telah menghianati dirinya.



KOTA KALONG
Suara bising terdengar, petasan berwarna-warni di atas langit, melukis indah di sana, pada dego-dego1 Fatur duduk dengan beberapa buku pelajaran dan tugas yang akan diselesaikannya tapi pikirannya menerawang, masih terngiang kalimat Asmi, bahwa dia adalah lelaki bejat, dia adalah seorang pria yang telah menghianatinya.
“Asmi…Aku tak pernah menghianatimu, demi cinta yang kurajut bersamamu, demi langit beserta bumi dan isinya, demi matahari yang setia menemaniku pagi hingga senja, aku tak pernah berhianat” pikiran ini selalu mengganjal dalam hati Fatur.
Nak…lokka ni no manre...cinapi nu pappurai jamannu..iya tu’du” (Nak…pergilah makan, nanti sebentar kamu selesaikan pekerjaanmu itu).
Iye..Mak…” kata Fatur.
Adat kesopanan dari Fatur telah mendarah daging dalam dirinya, karena Fatur sebelum pindah dia menempuh pelajaran di Pondok Pesantren Darussalam  Barandasi. Kajian tentang awidah akhlak dan nilai-nilainya memang boleh dikatakan bersaing dengan Asmi.
Seuasai makan, ia menunaikan kewajibannya sebagai hamba, ia mengerjakan sholat Isya, sebab pada saat setelah ia makan malam suara adzan Isyapun berkumandang.
“Ya…Allah…Engkau Maha Rahman…Engkau Maha Rahim…Jagalah cintaku….Jodohkanlah Aku dan Asmi, walaupun kelak Aku buka pendamping hidupnya, pertemukanlah kami. Amin” pinta Fatur dalam doanya”
Setelah berdoa, Fatur melipat sajadahnya, dan kembali ke dego-dego (Teras depan rumah  panggung), tugas matematika dari bu Fiqriah ia selesaikan, setelah itu ia kembali ke kamar untuk membaca buku antologi cerita pendek dengan judul Air Mata di Sajadah Merah, karya Indra Anwar,
Matanya mengeluarkan butiran-butiran kristal pada saat membaca cerpen tersebut, ia kembali mengingat Asmi, pada saat Asmi menyatakan bahwa dia adalah laki-laki yang menghinatinya.
“Asmi….saat ini, Aku mengingatmu, bagaimana kabarmu, Asmi…Aku akan tetap menyangi dirimu, tak ada perempuan lain di hatiku, selain kamu Asmi, dinding-dinding jiwaku telah terpahat dengan namamu, sehingga Akupun tak mampu menghalau senyummu kepadaku”
Sebuah buku Antologi cerpen di atas dada Fatur, menangantar tidurnya, Emak Fatur yang masuk ke kamar Fatur membereskan beberapa buku yang berserakan di atas kasur Fatur karena tak sempat memberesakan karena tertidur.
Nak….de’nana di sedding malloponi…SMA ni..Nak..(Tak disangka kau sudah besar Nak, kau sekarang sudah SMA)
“Ibu Fatur keluar dari kamar Fatur setelah membereskan kamar Fatur, dan menutup pintu kamar Fatur dari luar sementara Fatur tertidur pulas…seiring suara jangkrik melantungkan kalimat-kalimat syahdu dan melontarkan beberapa sajak.
Suara Muadzin telah menggema, Fatur kemudian bangkit dan menunaikan sholat Shubuh, Air masih dingin, dibasuhi tangan sampai ke kakinya dan berwudhu, lalu menunaikan sholat subuh, Fatur yang khusuk menunaikan sholat, setelah sholat Fatur kembali berdoa agar dia dapat bertemu dengan Asmi. Rupanya disetiap doa Fatur Asmi selalu dia sebut.
Fajar mulai Nampak sebelum berangkat sekolah Fatur ternyata anak yang displin baik dari segi waktu dan dia mampu memanej waktu, pada dinding yang menjadi sekat kamarnya sudah tercantum agenda-agenda yang ia akan kerjakan, mulai dari bangun tidur hingga tertidur pada saat malam hari, ia catat pada jadwal kegiatan harinya.
“Mak……millau simakka dolo, elokka dolo lokka massikola” (Mak saya pamit, saya mau ke sekolah), sambil mencium tangan ibunya
“Iye..nak..tu’tutki…(iya, nak hati-hati dijalan), kata ibunya yang senantiasa memberikan doa kepada anaknya.



SMA Negeri 1 Watangcani
Suara bel panjang berbunyi, sebagai tanda jam pelajaran dimulai, Fatur dengan bergegas masuk ke dalam ruangan kelas XI IPA, dia duduk dibangku depan, karena Fatur dikenal dengan anak yang pandai, dan juga rajin, maka dia dipilih sebagai ketua kelas, selain itu dia juga dipilih sebagai ketua OSIS,
Pelajaran dimulai, pada saat jam pelajaran Fatur disuruh untuk membacakan puisi, karena pelajaran pertama adalah pelajaran bahasa Indonesia dengan pokok bahasan membaca puisi, Fatur meminta isin kepada teman-temannya lalu membaca sajak yang ia ciptakan sendiri, sajak ini ia tulis waktu di Kabupaten Salewangan Maros.
“Kawan-kawan sekalian, mohon ijin Aku membacakan sajak bukan dari buku teks tetapi aku ciptakan sendiri pada saat di Maros dahulu” kata Fatur sambil memegang secarik kertas
Kutulis kalimat ini bersama embun dan senja waktu itu, buat dewi yang mengantarkan Aku pada rindu kemudian galau lalu sepi tak berujung.
Seeperti itulah pembuka Fatur dalam membacakan puisinya.
Detik-detik Bersamamu

Dewi….dalam detik Aku termangu
Pada rimba yang mengantarku pada angin
Dalam derasnya sungai citta
Ku arungkan secarik kertas disana
Ku buat dalam phinisi
Kalimat kuukir disisinya
Namamu dewi….Namaku …..
Walau derasnya arus
Tak jua menghalau manisnya senyummu

Dewi….adalah kepalsuan..
Kepalsuan jiwaku, lenyap separuh
Dalam jiwaku meraung-raung
Memanggil sukmamu bersua

Sukmaku tertatih-tatih
Dalam jiwamu ada jiwaku

Suara gemuruh tepuk tangan menghias dalam ruangan kelas XI IPA tersebut, karena Fatur yang membacakan puisi itu lewat penghayatan, dan intonasi yang jelas sehingga huruf-huruf vokal jelas terdengar membuat teman-temanya terharu sehingga tepuk tanganpun menghias di ruangan itu, walau sempat gaduh karena puisi itu ingin di catat oleh teman-temannya.

“Anak-anak…sekali lagi tepuk tangan buat karya Fatur dan Fatur, karena ia mampu membuat karya yang sangat menggugah perasaan dan gaya Fatur membacakan karyanya juga hebat” kata ibu Amina
Tak terasa, suara bel yang menandakan pergantian jam berbunyi, Bu Amina pamit untuk meninggalkan kelas dan pelajaran ke dua, dimulai, Namun, sebelum itu wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan datang dan memanggil Fatur untuk ke ruanganya. Faturpun ikut serta
“Fatur….tadi saya dapat telpon dari Maros, katanya mau berkunjung ke sekolah kita, mereka adalah perwakilan dari SMA Perguruan Islam Maros, Sekolah yang terkenal di sana, sekolah ini berstandar nasional, mereka akan datang, kalau tidak selah salah satu gurunya pernah membuat buku antologi cerpen Air mata disajadah merah..ehm…kalau tidak salah…eh…siapa yah namanya…Bapak lupa”
Fatur yang menyimpan buku antologi cerpen itu dengan langsung menjawab.
“Maaf, Pak…namanya Indra Anwar..”
“Oh…iya….ya…namanya Indra anwar, kebetulan istrinya orang Soppeng, kemarin bapak dapat telepon dari beliau, kebetulan beliau masih menjabat sebagai wakil kepala sekolah di sana, sehingga kami sepakat untuk saling berkunjung, tapi mereka ke sini dulu”
“Oh , iya pak, ehm…apa yang mesti dipersiapkan untuk menyambut mereka?”
“Siapkan hal istimewa tentunya, karena beliau kan penulis, dan tentu saya ingin menjamunya dengan hal yang istimewa, seperti pertunjukan teater, pembacaan puisi, dan lainnya, kalau boleh Bapak juga mau kamu membacakan puisi pada saat pertujukkan nantinya”
“Baik, pak…kalau seperti itu saya rapatkan dulu sama teman-teman di OSIS lalu, kami dekor sebentar panggungnya”
“iya….makasih yah nak”
Fatur kembali ke kelasnya setelah jam pelajaran ke dua selesai, dan waktunya istirahat, Fatur melangkah ke ruang OSIS, ruangan ini juga punya banyak cerita tersendiri bagi Fatur, dan dia memanggil anggota OSIS untuk rapat.
“Kawan-kawan sekalian, tadi saya mendapat informasi dari pak Asep, katanya , Besok kita akan kedatangan tamu dari Maros, mereka perwakilan OSIS dari SMA Perguruan Islam Maros, mereka akan dipimpin oleh Wakasek Kesiswaannya langsung yaitu Pak Indra Anwar, dan dia juga penulis salah satu buku Antolog cerpen Air mata disajadah merah”
“Fatur…lalu apa yang harus kita persiapkan untuk menyambut merekan’ kata salah satu anggota OSIS yang bernama Firman.
“Menurut info dari Pak Asep, katanya pertunjukan teater, pembacaan puisi dan lainya”
“Kapan kita mulai bekerja” kata Alwi
“Sebentar, setelah pulang dari sekolah, kita kembali ke sini, mungkin kita akan bermalam, jadi persiapkan perlengkapan kalian, sehingga besok pagi bisa lekas rampung”
Setelah rapat mereka pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan perlengkapan bermalam untuk pementasan besok, pementasana ini mungkin akan paling berkesan karena dalam pemikiran Fatur dapat melihat langsung penulis buku antologi cerpen air mata disajadah merah.

JAWABAN DOA
Suara musik kecapi dan genderang sesekali suara gong, mengiringi tarian pa’duppa, tarian yang dilakukan untuk menjemput tamu, penjemput tamu dengan hiasan baju bodoh  (baju khas masyarakat Bugis Makassar) berwarna hijau menandakan seorang bangsawan yang dijemput, semuanya disajikan khusus untuk menjemput tamu, memang settingan Fatur kali ini memuasakan para guru di SMA Negeri 1 Watangcitta. Pada saat tamu dari SMA Perguruan Islam Maros turun dan diikuti oleh Wakasek kesiswaan Indra Anwar.
Setelah penjamuan selasai, rombongan dari SMA Perguruan Islam Maros diajak masuk ke tempat pertunjukkan di dalam Aula, di sana telah tersetting dengan dekorasi yang membuat rombongan dari SMA Perguruan Islam Maros terkagum-kagum.
Suara MC mengucapkan selamat datang kepada rombongan, MC yang diperankan langsung oleh Bu Amina, ini mengguggah rombongan dan rombongan dipersilahkan duduk didapan,
Fatur yang datang agak terlambat karena mesti menyiapkan sambutan ketua OSIS ternyata tertinggal dirumahnya, karena bergegas untuk ke sekolah, sehingga ia terlambat, pada saat nama Fatur disebut, ia masih dalam perjalanan sehingga membuat rombongan menunggu tapi untunglah karena kelihaian MC mampu membuat suasana kembali cair dengan mempertunjukkan atraksi kecapi.
  Fatur yang terengah-engah akhirnya datang juga, dengan busana seorang Raja bugis dengan gagah berani Badik disamping kirinya sebagai tanda seorang pahlawan dan passapu dikepalanya. Naik ke panggung pada saat musik kecapi selesai, dan tentunya dipandu oleh MC.
“Maaf….Aku minta maaf selaku panitia, karena datang terlambat, mohon maaf sekali lagi” kata Fatur
Fatur kemudian membacakan sambutan ketua panitia, tetapi sejalan dengan kalimat-kalimatnya dia melirik salah satu siswa dari SMA Perguruan Islam Maros, dan kemudian berhenti sejenak memandang cincin yang pernah ia sematkan pada Asmi. Dalam hatinya berkata “Apakah, Aku sedang bermimpi, Asmi….” Segera ia sadar bahwa dirinya telah dilihat oleh orang lain,  lalu melanjutkan sambutannya. Setelah itu kembali ia duduk pas dekat dengan wakasek kesiswaan sekaligus penulis dari buku antologi cerpen air mata disajadah merah, yang ia sering baca sebagai dongeng untuk menjemput mimpinya.
 Sungguh suatu kebetulan ia bertemu dengan maestro penulis air mata disajadah merah sebab cerita penulis inilah yang mampu membuat Fatur bertahan sampai detik ini tak mengenal cinta kecuali Asmi.
Tak lama kemudian, Fatur kembali dipanggil untuk membacakan puisi, ia melirik ke perempuan berwajah manis itu, kulit yang sawo matang, berbalut busana muslimah, dan tersenyum kepadanya pada saat namanya disebut.
Fatur kemudian naik dan membacakan puisi yang pernah ia tulis buat Asmi.
Kawan-kawanku, dan para tamu yang saya hormati, sajak ini mewakili hasratku untuk seorang gadis, entah dimana dia sekarang, ia bernama lengkap Asmiati….seorang perempuan yang memiliki kesempurnaan di mataku, dia banyak mengajariku tentang aqidah, dia banyak mengajarkan aku tentang kerinduan, dan tentunya saling menghargai sesama manusia
Kasih, kelabu dalam diriku

Kasih, Aku rindu
Kasih…. Dalam nafasku rinduku tak bertepi
Kasih….
Kasih…
Senja disana menjadi teman
Ketika kalimat syahdumu terdengar

Cincin putih ini..
Masih disitu
Menawar rinduku
Asmi……………


Wanita yang ia lirik kemudian berdiri, entah dorongan apa yang ada dalam diri perempuan itu, setelah sajak dari fatur terdengar pada semua orang yang ada di Aula tersebut, semua mata memandang ke arah perempuan itu ketika perempuan itu mengucapkan nama Fatur,…
Tamu, guru dan siswa-siswa dari SMA Perguruan Islam dan siswa-siswi dari SMA Watang Citta tak bergumam mereka menata kepada ke dua sepasang sejoli itu, yang berlari ke panggung dan memeluk Fatur…
“Fatur..Maafkan Aku yang melukaimu, Aku salah dalam menilaimu, sejak kepergianmu itu, Aku baru sadar bahwa ternyata isu tentangmu adalah tidak benar, aku telah terasuki oleh sahabat-sahabatku karena ia ingin kau berpecaran dengan Reza, padahal Rezalah yang bejat, Fatur…maafkan Aku, sejak kepergianmu waktu itu, Aku sempat koma, dan tak sadarkan diri, Aku mencari ..dan mencari kabar darimu, sehingga dalam pencaharianku, Aku mendengar bahwa Kau di Kota ini, Kota Kalong, Kota Soppeng dan belajar di sekolah ini, maka, ketika waktu itu Aku dengar dari Pak Indra Anwar untuk berkunjung ke sekolah ini, Aku meminta beliau untuk mengikutkan Aku, dan berusaha menjadi terbaik karena syarat untuk berangkat ke sini adalah mesti mendapat peringkat pertama atau paling tidak siswa-siswi itu mendapat peringkat tiga besar, barulah aku sampai di sini, Fatur, tadi sejak kau melihatku Aku mulai memancarkan senyumanku agar kau mengenal karena Aku tahu pasti bahwa senyumku akan menngingatkanmu denganku” sambil memegang tangan Fatur..
“Asmi…..cincin ini, tak pernah lepas, dan hari ini Aku buktikan bahwa kau tak pernah hilang dari ingatanku, Aku selalu berdoa agar kita dipertmukan, Ya..Allah. engkau mengabulkan doa-doaku, terima kasih  yah Allah…” Kemudian Fatur memeluk Asmi,
Wakasek kesiswaan SMA Perguruan Islam Maros, Indra Anwar berdiri dari tempat duduknya dan kemudian berjalan ke arah kedua insane itu, sambil memeluk mereka dan memberikan motivasi bahwa pacar pertama hanya untuk dikenang, pacar pertama bukan cinta pertama, tetapi pacar terakhir dan itulah cinta terakhir, cincin…yang kalian sematkan sama seperti ketika Aku menyematkan cincin pada MC tadi, karena MC itulah Aku ada disini..dan tentu untuk kalian.


 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar