Senin, 28 Mei 2012

KEMAMPUAN SISWA KELAS IX MTS. DARUSSALAM BARANDASI DALAM MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN LINGKUNGAN


ABSTRAK
Pada proses pembelajaran, seorang siswa dapat belajar di mana saja, termasuk lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan memanfaatkan lingkungan. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument penelitian berupa tes dan observasi mengenai kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan memanfaatkan lingkungan pada siswa kelas IX MTs. Darussalam Barandasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menuli puisi maka yaitu seberapa besar tingkat kemampuan siswa dalam menulis puisi mengenai tema, amanat, rasa, diksi dan majas. Data dianalisis dengan nilai persentase.
Hasil penelitian menujukkan bahwa media lingkungan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Penelitian yang dilakukan dengan dua siklus yang siklus I belum ada peningkatan karena tidak sesuai dengan standar ketuntasan minimal sedangkan pada siklus kedua sudah terjadi peningkatan karena nilai rata-rata sudah mencapai standar ketuntasan minimal yaitu 78,70. dengan rincian yaitu tidak adalagi yang memeliki nilai kurang, siswa yang memiliki kemampuan menulis puisi dengan kategori cukup sebanyak 14 orang atau 45,16 persen, siswa yang memiliki kemampuan yang baik dalam menulis puisi sebanyak 10 orang atau 32,25 persen, dan siswa yang menulis puisi pada kategori sangat baik sebanyak 7 orang atau  22,58 persen. Maka dari itu dapat simpulkan bahawa terjadi peningkatan kemampuan menulis puisi siswa kelas IX MTs. Darussalam Barandasi dengan memanfaatkan lingkungan .

Rabu, 16 Mei 2012

Resah, kangen, dan saling senyum


Dari lagu, dan akustik
Kita mainkan rasa
“Resah, kangen, dan saling senyum”
Kita mainkan dengan dendang gelombang malam

Dari pukulan jimbe
Menari dengan tarian suka
Dari gelombang sepi ke gelombang ramai
Sejak mata senja menapaki kelam
Yang membisik kalimat kasihmu padaku

Dari pui-pui 
Terkisah roman
Kau dan AKU
Dari raut wajah kalem ke senyum
“Ndi….resahmu ku kawini tiap malam bersama bintang
Dan rembulan saksi”

Buat:: Apriliano (Onggi)

Sabtu, 12 Mei 2012

Topeng

Wajah malaikat itu
Telah berbaur dengan topeng 
Dari balik topeng
"Tak ada yang abadi"
Ini hidup penuh dengan teka-teki

Sumbergambar:suzannita.wordpress.com

Minggu, 06 Mei 2012

“PEREMPUAN YANG TERSEMBUNYI”



 “Pagi”
“iya, Aku sedang di jalan”
Prak….prak…prak…… Suara dari seberang HP itu, lalu hening…
Nisa duduk di sofa tanpa berkata apa-apa, dihadapanya secangkir teh hangat, wajahnya pucat, bibirnya agak memutih dan matanya berlinang bulir-bulir Kristal banjir di sungai pipi, Nokia E-27 terjatuh dari gemgaman, tanpa ia sadar.
Masih duduk di sofa, Suara musik kembali terdengar dari Nokianya, 1 message, “Nisa, Gunawan kecelakaan, ia sekarang di rumah sakit Pangkep”.
Nisa berlari ke kamar, memakai jilbab kemudian berlalu, dengan niat segera bersua dengan Gunawan, meski ia belum menyegarkan badannya dari bau, meski tehnya belum selesai ia teguk, pikirannya tertuju pada Gunawan.
“Gun…semoga kamu baik-baik saja” lirih dalam hati
Pete-pete berhenti tepat di depan rumah sakit Pangkep, Nisa berlari ke receptionis, jam dinding menunjukkan 8.30, sudah 30 menit Gunawan terbaring, di ruang tunggu seorang ibu tua memanggilnya, derai air mata pecah di situ, dihadapan perawat, pasien, dan tabung oksigen, mereka berpelukan.
“Nak…den’repa na mat’tama diruangan ICU, de’pa na sadar” (Sejak dari tadi, ia diruangan ICU, namun belum sadar jua) bisik ibu Gunawan.
Mak….. Puange Maraja….pallisui lokka dipuange” (Mak…Allah SWT yang berkuasa, kembalikan kepadanya).
Seiring langkah Nisa ke ruang ICU bersama ibu Gunawan, dengan harap-harap cemas di broka Nisa, semoga Gunawan tak apa-apa, semoga dia diberikan hidayah oleh Allah SWT.
Gunawan yang terbaring, katanya ada luka robek di bagian jidat bagian kanan dan kini sedang proses jahitan, kaki kanan patah sebab benturan dengan kap mobil, dokter sementara berupaya menangani pasiennya, dengan hati-hati.
Nisa, ibu Gunawan, dan kerabat Gunawan duduk di depan ruang ICU, dengan asa semoga Gunawan dapat tertolong, tepat pukul 10.00 Dokter ke luar dari ruangan ICU, semua yang menunggu tiba-tiba berdiri.
“Dok….Bagaimana kondisi anakku” sahut ibu yang cemas dengan kondisi Gunawan.  
Bu…. Alhamdudillah, berkat pertolongan Yang Maha Kuasa, Gunawan bisa kita selamatkan, tapi….”
“Tapi..apa dok…?” Nisa dengan cepat berkomentar, ketika dokter tiba-tiba tunduk dan diam.
Dengan suara agak terbata-bata, wajah Dokter Fuadi menatap kerabat Gunawan, sambil melepas kacamata dan tangannya dia masukkan disaku baju praktek berwarna putih.
“Maafkan Aku….., Gunawan mengalami luka patah di bagian kaki kanannya, dahinya robek, mungkin benturannya agak keras”.
Tubuh Nisa lemas….ia lalu duduk dibangku ruang tunggu, menatap hampa, suara isak tangis…kembali mengalir.
Dokter Fuadi memanggil Ibu Gunawan untuk bicara empat mata, mungkin sangat rahasia hingga kerabat lain tak boleh mendengarnya.
“Bu…Aku mencari nama Nisa, apa ibu kenal denganya?” sahut dokter.
“Iye….Itu dia”
“Bu….saya harap, Nisa mau merawatnya, Nisa adalah kekuatan dalam diri Gunawan”
Dengan rasa penasaran Nisa menghampiri Dokter Fuadi, untuk meminta izin agar diperkenangkan melihat kondisi Gunawan, Dokter Fuadi melihat dari mata Nisa, ada rasa khawatir, Dokter Fuadi mengizinkannya, dan berharap yang merawatnya adalah Nisa.
Nisa masuk ke dalam ruang ICU, jantungnya berdetak tak menentu ketika ia menatap tubuh Gunawan terbaring di kasur, tangan kanannya dihiasi dengan inpus, Nisa, menatap dalam-dalam, seakan ingin memeluk Gunawan, tapi kondisi gunawan masih dalam keadaan kritis.
Nis…..Nis….Nisa…..nama Nisa disebut oleh Gunawan, matanya terpejam, kakinya sedikit bergetar, tangan yang terimpus bergerak sedikit-sedikit, Ada rasa gembira dihati Nisa…saat mendengar namanya disebut.
“Gun..iya, Aku di sini Gun..tepat di sampingmu”
Nisa menggemgam tangan Gunawan, pancaran rasa sayang mengalir dalam aliran darah, terus mengalir dinadi Gunawan. Jarum jam merah menunjukkan pukul 13.30, Nisa pamit dengan Ibu Gunawan untuk melaksanakan Sholat Dzuhur, ia langkahkan kakinya ke Masjid, masih di area rumah sakit. Air wudhu melepaskan sebagian jerit hatinya, kegalauan, dan keresahannya, Ia tunaikan kewajibannya sebagai ummat muslim, menghadap ke Sang Pencipta, Setelah selasai, ia panjatkan doa agar Gunawan segera pulih dari apa yang ia rasakan.
Usai sholat, Ia kembali ke kamar ICU, dibukanya pintu perlahan-lahan, sangat pelan, takut kalau Gunawan terbangun. Tersentak, ia melihat Gunawan sudah sadar, berbicang dengan ibunya, lalu dia menghampiri Gunawan.
Nak….idi si..jagai daengnu….elo’ka dolo lokka ma’sumpajang” (Nak….Saya sholat dulu, kamu di sini saja temani, kakakmu)”
“Iye….Mak..”
Nisa menatap Gunawan, cahaya keceriaan terpancar pada raut wajah Nisa, dalam hati memuja dan memuji syukur kepada Ilahi, atas jawaban doa.
“Nisa…Aku tak sempurna lagi….mama, telah menjelaskan segalanya kepadaku, sebuah peristiwa, tadi pagi, kamu lihat sendiri…”
“Tak usah banyak bergerak dulu, kamu istirahat saja dulu…, Kamu sudah makan?”
“Iya..mama telah menyuapiku tadi”
Udara panas menyengat di tubuh, panasnya berbeda dengan kemarin, mungkin akan turun hujan deras, kulap keringat Gunawan, dengan rasa kasih sayang, Suara ketokan terdengar dari balik pintu..tok…tok..tok…, seorang perempuan dan laki-laki masuk diantar oleh ibu Gunawan. Aku hentikan aktiftas melap keringat Gunawan, dan kulihat ia simpan kata dikeringat itu pas ketika ia melihat perempuan yang masuk tadi dan lelaki kurus berambut agak gonrong.
“Siang Gun….”
Perempuan berambut panjang, tinggi 160 cm, menaruh ole-ole di atas meja, pas didekatku.
“Siang Wan..........” “Hey….San….” 
Rona wajah Gunawan tak bersahabat ketika melihat wajah Sanni, seakan ia ingin memaki, menyumpahi lelaki itu, meludahi lelaki itu, dan Aku baru tahu siapa nama perempuan itu, nama yang asing bagiku, tak pernah Gunawan menyatakan kepadaku tentang nama Wani ditelingaku, siapa gadis ini?, mengapa gunawan sangat kesal nampaknya?.
Aku berjalan ke arah jendela, ku buka 1 kuping daunnya, membiarkan angin masuk,  kulihat ibu Gunawan akrab dengan Wani, selalu saja pertanyaan dalam benakku muncul, siapa gadis itu?, siapa Wani?, ada hubungan apa mereka?, kenapa Gunawan tak pernah memberitahukan Aku tentang Wani?. Namun kututup rapat-rapat wajahku yang resah tentang gadis itu dengan senyuman.
Lima menit Aku dipinggir jendela, kuputuskan untuk meninggalkan mereka, berjalan ke taman, kegalauanku terhadap perempuan itu kutancapkan pada tanah melalui angin. Menatap hampa dengan beberapa resah dikalbuku. Sungguh tak habis pikir, mengapa Gunawan menyembunyikan biografi gadis itu?, sudah hampir setahun Aku jalan bersamanya, sangat rahasia dan sangat rapat, sungguh lihai Gunawan menyembunyikannya.
Tanpa sadar Aku kembali melihat Sanni dan Wani keluar, dengan kendaraan roda dua, mungkin mereka sepasang sejoli.
Magaki daeng, na de’sipada denre kuita pa’kasiatta”. (Kamu kenapa kak…tak seperti tadi perasaanmu Aku lihat) sahut Anna, sambil memegang pundakku dari belakang.
De’ma ndi….”.
“Magaiki pale daeng, siapa tau malasaki?”(Lalu, kamu kenapa kak…apa kamu sakit?)
Ehm…manawa-nawama sedding ndi…kira-kira igaro den’re makkunrai’e”. (Saya hanya berpikir, siapa perempuan tadi)
Anna, adik Gunawan cuma diam, menyembunyikan sesuatu.
Ndi…elokka diolo lok’ka dikamarana daengmu, pettang ni se’ding na elo’ka lisu lokka di Maru, ba’japi ku lao mai’si”. (Dik…Aku mau ke kamar kakakmu, karena hari sudah agak gelap, Aku ingin kembali Ke Maros, nanti besok baru Aku ke sini lagi)
“Iye…daeng”
Berjalan menyusuri lorong-lorong Rumah sakit, letak kamar Gunawan agak jauh dari taman, sudah hampir ruangan ICU, suara pertengkaran antara Gunawan dan Ibunya terdengar, Suara membentak keluar dari bibir Gunawan, Aku urungkan Niatku untuk masuk, Aku dengar bahwa laki-laki itu adalah sahabatnya, tapi yang paling mengejutkan Aku, perempuan yang bersama sahabatnya adalah mantan kekasih.


  Khusus buat: Becek, Opiq

     

Kamis, 03 Mei 2012

Dari balik telepon

Dari balik telepon
Kau basahi jiwaku
dengan tarian dan senyummu
tepat pukul lima tadi

Dari balik telepon
Kau basahi batinku
dengan sukmamu yang kau utuhkan padaku
dengan kalimat
"Daeng, kangenmu telah kuterima 
dan kangenku kujatuhkan kepadamu"


Rabu, 02 Mei 2012

Keluh Pagi Anak Jalanan


Pagi menebarkan senyum
 Dari langit ketujuh bersama mendung
Kau bisikkan kalimat dari balik nalurimu
tentang galau tadi malam 

Mentari dari anak jalanan
Menembus cakrawala dari bekas senyum
"Bu....jangan pernah bertanya kehidupanku
Lorong dan kolom jembatan
telah merenggut keakuanku"

Dari balik naluri itu
senyum kecut menampar wajah
"Bu...ini kerinduanku
terhadap 3x4 Meter ruang, berpapan whiteboard
tentang kertas dan tas
tentang tugas-tugas
di sini kukerjakan semua
dengan telapak tangan ke atas
dengan wajah kusut mengemas
dari kain kehidupan"

Selasa, 01 Mei 2012

Refleksi hari pendidikan

*Pondasi kuat menopang bangunan besar,
CATATAN Refleksi hari pendidikan. melahirkan bangunan yang sangat kuat itulah keinginan plural wajah pendidikan yang diharapkan di Indonesia. Mengenang Hari Pendidikan, mendeklamasikan masyarakat mapan ke kembangan peradaban dan hari pendidikan ini legalitas seluruh masyarakat harus merasakan kebahagian sebagai efek yang mendalam terhadap resonansi yang sangat mendalam bagi kipral moral dan intelegensi masyarakat indonesia. Akan tetapi, saya secara pribadi tak begitu suka dengan hari ini, karena jika saya merefleksi kembali tentang pendidikan maka secara otomatis saya berbenturan dengan pemikiran yang sampai hari ini tak ada jawaban yang pasti, yaitu bagaimana para pendidik guru honorer swasta menjalani hidupnya, dengan segala perangkat yang sangat lemah, kusebut saja (minim) : belanja susu bagi anaknya, dan menghidupi keluarganya dengan intsnif Rp 200.000/bulan. kukira refleksi nya  lebih dari ini...? 

Oemar Bakri seperti itulah sebutan bagi para pendidik, sebuah tembang lawas yang dibuat khusus bagi para pendidik di zaman lalu yang sampai hari ini masih melekat bagi mereka. UUD mengamanahkan bagi kita semua bahwa setiap warga negara berhak mendapat kehidupan yang layak. Pendidik yang ada disekolah swasta tentunya juga memiliki harapan agar mereka mendapat kehidupan yang layak. Pagi ini dengan berangkat sebuah kegelisahan dari lubuk hati dengan mengingat peristiwa 2 tahun silam dimana semua para pendidik yang ada di Kabupaten Maros sangat antusias dalam mengurus berkas mereka mulai dari absen, ampra dan sk pengabdian, tetapi hanya sebagian saja yang diterima yaitu para pendidik yang ada di instansi pemerintah (Sekolah Negeri) sedangkan untuk pendidik yang ada di Sekolah Swasta menjadi penonton. Ini dikarenakan mereka bukan mengabdi di Sekolah Negeri padahal mereka mengabdi dibawah naungan Kementrian  Pendidikan. Diskriminasi, ya ...itulah sebutan yang cocok untuk peristiwa ini dan 2 tahun kemudian setelah pengumuman kategori 1 dan pemberkasan untuk Kategori 2 mereka tetap menjadi penonton yang setia dari sandiwara ini. Apakah mereka tak layak menjadi PNS ataukah mesti mereka menutup mata dengan kejadian ini ataupula mereka hanya dapat pasrah terhadap kondisi ini, itulah yang mereka lakukan. Lantas dimanakah peran dan fungsi Desentralisasi?


Keberagaman siklus peristiwa yang terjadi di muka bumi, dalam wacana pendidikan  antara harapan dan kenyataan. sedih dan suka cita biasanya menjadi respon yang merefleksikan sikap kita terhadap peristiwa hampir setiap waktu, kita dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa yang mempertontonkan pertempuran dalam urutan statistik, karenanya dalam kilas balik kehidupan ini menggerus perlahan-lahan ke-lemah lembut kita, menjauhkan dari melembutkan hati, meskipun dikatakan oleh psikologi bahwa kelembutan sungguh lebih keras dari batu batu dan perkataan yang kasar atau perkataan yang akan mengasarkan hati, sebab kelembutan itu lebih halus dari sutera juga lebih tajam dari pedang..kukira kelembutan adalah "wajah pendidikan itu sendiri".

Refleksi hari pendidikan