Selasa, 18 Desember 2012

"Iye..."


“Jamaah....oh Jamaah...Alhamdudillah...” siapa yang tak kenal dengan kalimat ini, kalimat yang kerap dilontarkan oleh Ustas Kondang yang sekarang namanya telah melejit. Yaitu Ustas Maulana. Kalimat ini mungkin tak asing bagi kita karena kalimat ini telah menjadi trend pada masyarakat umum. Namun, bukan kalimat ini saja yang dilontarkan oleh beliau. Akan tetapi, kata “Iye..” ternyata juga melekat pada semua benak ummat yang ada di Indonesia, melihat secara sepintas kata “Iye” ini bukanlah kata Bahasa Indonesia yang baku karena kata “Iye” ini berasal dari bahasa Bugis-Makassar yang berart “Iya” atau “Ya”. Pada Kamus Bahasa Indonesia yang pimpinan redaksinya adalah Dendy Sugono mengartikan kata “Iya” atau “Ya” yaitu kata untuk (1) menyatakan setuju (membenarkan dsb); ia; (2) untuk memastikan,menegaskan dl bertanya . . . ,bukan?; (3) tah, gerangan; (4) untuk memberi tekanan pada kata yang di depannya; .

Kata ‘Iye’ dilontarkan oleh Ustas Maulana ini ketika menyapa jamaah dengan gaya atau stile-nya sendiri..dengan ucapan jamaah....para jamaah akan mengatakan iye... ini berarti bahwa kata "iye" ini sudah menjadi milik semua masyarakat Indonesia bukan hanya milik orang Bugis-Makassar.
Kata “Iye” ini sudah layak menjadi bahasa Indonesia yang baku karena dalam pembakuan bahasa salah satunya adalah menyerap kata yang berasal dari bahasa Asing atau Bahasa Daerah. Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa lain (bahasa daerah/bahasa luar negeri) yang kemudian ejaan, ucapan, dan tulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia untuk memperkaya kosa kata. (http://id.wikipedia.org).
Salah satu bahasa daerah yang diserap pada Bahasa Indonesia yang baku adalah Bahasa Daerah yang berasal dari bahasa Sansakerta. Salah satu alasan dipungut bahasa sansakerta dijadikan kosa kata bahasa Indonesia yaitu alasan linguistik: Fonologi bahasa Sanskerta, pelafalan fonem sangat bersesuaian dengan lafal bahasa kita. Pada umumnya kata dasarnya berakhir dengan suku kata hidup vokal “a”. (Enuh Zaenuddin)
Huruf vokal yang dikenal yaitu a, i, u, e, dan o. Sementara kata “Iye” memiliki huruf vokal yang akhirnya e. Jadi, kata “Iye” ini dapat dijadikan kata bahasa Indonesia yang baku.

Daftar Puskata:
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Zainuddin, Enuh. Tanpa Tahun. Sambutriksa kosakata Dari bahasa asing. file.upi.edu/Direktori/...BAHASA...BAHASA.../6_BBM_4.pdf diakses pada tanggal 19 Desember 2012

Sumber gambar:  ramadan.detik.com

Minggu, 16 Desember 2012

Melintasi Samudera Hidup

Dalam telapak kaki yang tergores
Tergores dengan bebatuan
Menapaki jeram...
Melintasi samudera biru.... 


Bersua dengan gadis kecil
Dengan lelaki yang bertopi merah
dengan lelaki yang bertopi biru
mereka berjalan menyusuri samudera hidup
mereka berjalan....
berseragam putih biru
Dibahunya terdapat masa depan 

Dalam kasihmu penuh belaian
Dalam sayangmu kau berikan belaian
mereka mengelus hikma
mereka menikmati elusan itu 
Wahai lelaki bertopi biru
wahai gadis kecil bertopi merah
Majulah ke depan 
Angkat senjatamu ke depan
Mencatat sejarahmu demi masa depan 

Permanian masyarakat bugis: Matoyang

Sabtu tepat tanggal 15 Desember 2012, suara ramai dalam permandian Citta Soppeng, keramaian yang membuat masyarakat Citta Kab. Soppeng tersebut dikarenakan adanya Pesta Adat. Pesta tersebut memperingati hari jadi kec. Citta Kab. Soppeng, berbagai permainan rakyat juga digelar di tempat tersebut. Seperti aggasing, Matoyang, arraga, dan juga pertunjukkan Mappadendang. Mappadendang dilakukan oleh tiga orang pria dan enam orang wanita yang memukul lesung, konon katanya ini dilakukan pada saat masyarakat bugis ingin turun menanam padi. Namun, bukan hanya itu yang memukau penonton akan tetapi permainan Matoyang lebih menarik perhatian warga masyarakat Citta. Permainan ayunan yang berada pada kec. lilirilau ini sudah lama ada. Dengan jumlah personil 20 orang biasanya mereka main diberbagai acara-acara adat. Matoyang yang biasa disebut ayunan salah satu permainan adat masyarakat bugis seperti kata salah satu personel dari permainan ini. Konon katanya permainan ini menjadi salah satu wujud eksistensi ketika Raja Bone menemukan air citta dengan rasa bahagia yang menyelimuti raja tersebut maka ie mengadakan pesta dengan permainan-permainan tersebut. itulah yang menjadi dasar bahwa mattoyang, a'gasing, a'raga, dan mappadendang dilakukan dalam kegiatan tersebut.   

Senin, 26 November 2012

Harapan Sua


Jumat.....
Pada kebisuan ini, Aku menemukan bayang-bayang
yang kerap menjadi hiasan lamunanku
tertiup dan berhembus....nun jauh

Jumat....
Tanggal Dua Puluh Tiga Nopember Dua Ribu Dua Belas
Mencatat sejarah dari syairmu
yang kerap hadir dalam kebisuanku pada malam

Lewat lantunan musikmu, Aku menemukan jiwaku
Jiwa yang tertelan dengan kerinduan
jiwa yang tertelan kebisuan
dan harapan sua kita

Jumat, 02 November 2012

Cendrawasi




Pertemuan dua hati yang berkasih
Telah menepati ikrar hidup , mengasih
Sejenak membungkang dalam ruang hati
Tentang beberapa memori di hati

Warta dari cendrawasi
Menuai gita rindu untuk kekasih
Cendrawasi, aku di sini
Cendrawasi kau merenungi
Kekasih hati
Dalam ukiran cinta kasih

Bahagiamu dan bahagianya
Adalah bahagiaku
Dalam sujudku ku munajat doa
Tengtang hidupmu dan hidupnya

Kamis, 01 November 2012

Senja menjemput petang melalui pelangi

Senja menjemput petang melalui pelangi
Camar.....pulang kampung
Petani memancarkan senyum
Pulang dari hamparan hijau

Senja menjemput petang melalui pelangi
Terkabar dari udara suara paraumu
"Bagaimana wartamu hari ini?"
Sejak sekian lama engkau telah pudar dari ingatku






Selasa, 23 Oktober 2012

Semangat Telah Luntur

Mereflksi diri sebagai Pemuda, maka kubuat catatan kecil untuk memperingatinya....

Semangat Telah Luntur
19 Oktober 2012

Dari pelangi yang terpenjara dan kita hanya diam
Dari kalimat-kalimat yang tertindas, kau hanya diam
Kata-kata hanya retorika zaman
Tertelan dalam ombak globalisasi edan

Pemuda...........
Butuhkah kau kaki untuk melangkah meninju kebohongan?
Butuhkan kau tangan untuk meremas ketidakadilan?

Senin, 30 Juli 2012

“KHAILA…”



“Khaila….cukup kau menggorogoti benakku dengan senyummu yang manis…..senyum yang memberiku kebahagian sejenak di alam mimpi….”
“Bang….senyumku….adalah kekuatan atas segala rasa yang pernah ku patrikan kepadamu walau sejenak kita bersama, walau sejuta mimpi yang tak dapat terpenuhi tapi itu membuatku berada di surga…”
Kutipan message dari kaila yang membuatku menyerah dengan perdaban globalisasi…Khaila yang telah membangun pondasi di sudut batin-batin yang merindu…di sudut batin yang gusar tentang lentik mata dan mendamparnya di lorong-lorong kegalauan pas depan kamar di wisma itu.
Ia telah berenang dengan kalbu dan melukiskan pelangi di sela-sela kebisingan penat yang terpaku dalam sepi…dan kini menjadi butiran-butiran kristal yang mengalir dari awan pekat di kaca jendela bus menuju salah satu kota Sulawesi Barat.
Kursi bernomor 23 dekat jendela, Aku terpaku menatap senyum dibibir mungilnya dan nanar yang memancarkan cahaya dibrokaku sebab itulah kenangan. Sebuah memory yang mesti tertepis dengan sejuta risalah dan catatan sejarah digedung putih berlantai 5.
Di hadapan pelangi zaman-zaman silam memaksaku untuk merenungi beberapa catatan-catatan jurnal dari risalah indah yang pernah tercatat….Khaila….kau gadis kecil yang lugu telah mencatatkan kisah indah di kalbu….kau gadis kecil bernanar lentik…menulis dengan kanvas di atas pelangi pas ketika embun menyapa dengan irama suara muadzin berkumandang…
Di kamar ini….setelah salat subuh dengan tadarrus, ku buka kembali laptop dan Aku menulis tentang perjalanan sakral tentang pertemuan dua hati….

Khaila…si gadis kecil
Kau telah membuatku membayangkan sesuatu pada taman impian…taman mimpi yang ditaburi dengan kembang-kembang mekar dengan senyummu dan aroma farfum…. Aku tahu Khaila…kau telah membuatku jatuh hati kepadamu hingga odong-odong telah menjadi saksi kita berdua..dan duduk pas paling belakang…
Catatan ini akan menjadi saksi kerinduan kelak ketika kita tak bersua sebab jarak telah menyekatnya dan tak mungkin kita bersama.
Januari 2010
Di kamar 320

“Bang…..sarapan yuuk….” Tandas Salim
“Ya….Aku off-kan dulu laptopku…”
Usai menulis beberapa kata yang kuuntai menjadi bait… Aku dan Salim menyusuri lift dan menuju lobby, dengan kekuatan senyum dari gadis kecil yang kunamia Khaila, dan berharap bersua pada saat di lobby walau hanya melempar senyum dan lirikan mata.
“Pagi…Bang…” sahut Khaila dengan busana abu-abu….dan sepatu hak tinggi yang ia beli semalam, seakan mengatakan Bang terima kasih telah menemaniku membeli sepatu semalam.
“Pagi…gadis kecil….”
“Aku bukan gadis kecil lagi…”
Wajah Khaila cemberut seakan memaksaku untuk mengatakan ia telah menjadi perempuan dewasa, perempuan yang telah mengenal nama cinta dihatinya…
“Iya…iya…kamu bukan anak kecil lagi...yang membawa boneka Barbie…dan memeluknya pada saat ketika kau akan tertidur….”sahutku dengan senyum.
Khaila berlalu tanpa kata…amarahnya mulai menanjak seakan Aku mengejek dengan sengaja….yah…tanpa kata penutup atau basa-basi agar Aku duduk didekatnya bersama untuk menikmati sarapan pagi sebelum ujian dimulai….
“Bisa…duduk di sini…” kataku kepada penghuni meja 3…”
Khaila, Mirna, dan Salma….tak menjawab apa-apa…mereka hanya saling menatap setelah itu kembali menikmati sarapan pagi…
“Bisa duduk di sini…” kuulangi kalimat itu lagi….agar tak ada yang keberatan….
“Bang…kalau mau duduk, duduk saja….kenapa mesti minta isin…kursi itukan kosong tak ada penghuninya…silahkan saja…” Sambut Kaila dengan wajah memerah…
Kuletakkan piring dan duduk semeja dengan mereka…suasana hening di meja itu, yang ada hanya suara sendok dan piring saling berperang, Salma berdiri mengambil segelas air, dan duduk kembali..masih sepi ternyata.
“Ehm….bagaimana persiapan ujian sebentar…? Kucoba untuk mencairkan suasana, mungkin dengan cara itu membuat mereka berkata walau satu huruf saja..
“Yah…sudah dong..kami sudah siap dengan ujian sebentar….”
 Ternyata dugaanku benar, mereka akhirnya bersuara juga, rupanya pertanyaan ini memiliki kharismatik tersendiri untuk membuat bibir mereka mengeluarkan huruf-huruf dari alat artikulasi mereka..
Usai sarapan…seperti kebiasaan Aku dipagi hari, kuteguk kopi sambil menikmati sebatang kretek dan lamunan tentang materi, tentang perpisahan, tentang banyak hal yang telah menjadi warna-warni di hotel Darma Nusantara ini. Warna-warni pelangi yang tak terasa bahwa sebentar pas jam 15.00 kawan-kawan satu persatu akan berkemas dan kembali ke dunia nyata. Yah…dunia nyata kata Salma.. Aku kembali memusatkan konsentrasi dengan pikiran ke materi yang telah berbaur selama ini dalam benakku semoga tak seperti air yang mengalir ke dalam sungai, atau seperti ombak yang telah terhempas di pantai, harapku seperti air dalam cawan yang memberikan bekas walau setetes ketika tertumpah.
Tepat pukul 07.20, sebentar lagi masuk kelas, Aku bergegas naik lift dengan segala perlengkapan, pemikiran itu kembali menghantuiku, tentang Khaila…si gadis kecil dengan mata lentik dan senyumnya.
“Khaila…esok kita tak bersama, esok kita dalam dunia nyata, esok semuanya telah menjadi kenangan, dan kita telah berpisah” lirihku dalam hati..
Sampai di kelas, Aku duduk di bagian depan, Khaila duduk di bagian tengah….walau tadi ketika Aku berjalan di samping dia sempat melirikku dengan senyum..yang seakan menyuntikkan spirit untuk mengikuti ujian ini, tapi pikiranku telah tergauli dengan energy elegy episode yang endingnya tak nikmat.
“Baik..para peserta diklat, waktu Anda menjawab hanya 60 menit dengan butir soal 40, kalian manfaatkan baik-baik, karena ini adalah evaluasi Anda tahap akhir, apakah Anda layak dikatakan ada peningkatan atau tidak” sahut Widyasuara
Semua peserta telah menjawab, waktu terus berlalu hingga soal yang terjawab siswa 10 menit, konsentrasiku buyar dengan sebuah pertanyaan yang ada dalam benakku, sebuah pertanyaan yang sejak kemarin-kemarin telah menyayat nuraniku, sebuah bisikan wacana yang terdengar dalam diriku sendiri, perpisahan..yah perpisahan.. yang begitu berat. Tapi kucoba untuk kembali pada kontemplasi untuk menjawab sisa butir soal tersebut tanpa mau digerogoti lagi.
60 menit telah berlalu, satu persatu peserta mengumpulkan lembar jawaban, dan berlalu ke kamar untuk packing-packing, kuayungkan kaki dengan berat menuju kamar, aktifitas semua peserta sama, packing-packing, ada dua kabar yang terdengar, kabar pertama adalah kebahagian karena sebentar lagi berkumpul dengan keluarga, kabar kedua adalah kabar tentang perpisahan, tapi inilah konsekuensi logis yang mesti diterima, ada awal pasti ada akhir, ada pertemuan pasti ada perpisahan tak ada yang abadi.
Kembali ku buka laptop dan mencatat kegelisahanku….
Seiring waktu yang bergulir, seiring waktu yang beranjak meninggalkan masa-masa bahagia, sebentar lagi Khaila…sebentar lagi Khaila kita tak bersua, kuharap kau baik-baik saja, kuharap semua bayangku dan bayangku segera pulih dari ketidaksadaran kita, sebab esok kita berada di dunia nyata.
Januari 2010
Di kamar 320
“Bang….barang-barang uda dikemas, sebentar lagi kita berpisah..kuharap kita dapat berkomunikasi..” sahut Salim rekan sekamarku
“Iya…dinda….harapku juga seperi itu..”
Suara dering message  berkecamuk pada Handphoneku,
“Bang…berat rasanya perpisahan ini, Aku tak sanggup untuk kembali ke dunia nyata sebab dunia mimpi ini membuatku bahagia…Aku tak akan melupakanmu Bang… dariku Khaila..”
Sebuah pesan yang membuatku terpaku duduk dihadapan cermin, sambil mengenang masa-masa yang bahagia itu dan mengajakku berkelana dengannya, tapi cepat Aku sadar sebab sebentar lagi upacara penutupan akan dimulai dan peserta akan berlalu dari Wisma ini..
Kaila…..Aku menitip rinduku di wisma ini, Aku tak berani membawanya pulang dan tak berani membawanya di dunia nyata sebab kau dan Aku tak akan menjadi kita, kau akan menjadi kau dan Aku menjadi Aku.
Cahaya senja menampar wajahku menandakan bahwa sebentar lagi rembulan akan nampak, segera Aku tersadar dari perjalanan zaman-zaman yang asyik dalam dunia mimpi dan Aku tersadar bahwa Aku telah berada didunia nyata.







Sabtu, 14 Juli 2012

Khaila

Khaila....terpaku dalam bingkai kaca
yang mengambangkan angan dan kecerian
seperti kemarau menyelinap masuk di pagi
saat embun telah menyapa fajar
dengan isyarat kokokan ayam...
mengintip dijemari-jemari awan
dan ia masih di sofa itu

Khaila.....perempuan kecil
dengan rindu berkecamuk dalam dadanya
menatap belaian resah
dengan gelora yang tak berujung
seperti pekekikan kaca yang retak
dilantai dan retak

Khaila...perempuan yang masih berumur belia
duduk disitu....disofa itu
dengan mata masih menatap cermin....

Surabaya, Quds Royal Hotel

Kamis, 05 Juli 2012

Demi Impian

Menikmati lantunan syair-syair

dalam irama syahdu melody
kasih...
sebuah tarian resah yang menapaki kegalauanku
siang ini.....
siang ini disebuah aula rasa sayang
berkecemak.....
berkecamuk dalam bilik dadaku...


Kembali menikmati lantunan dari melody 

resah dan galau tentang rindu

menggelantung pada fajar tadi.....

yakin.....

yakinlah ....

bahwa ini demi impian...

Kamis, 21 Juni 2012

Contoh Surat Pribadi


Maros, ………………………..20….

Kepada Kekasihku
Di
Palung Kalbuku

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Dear…..Kekasihku
Senja ini, terkirim rindu buatmu, di saat kicauan camar melantungkan nada-nada rindu, kuayungkan langkah menuju ruang-ruang kalbu yang tiada henti memikirkanmu. Pada langit kamar yang terlukis bayangmu, dan keresahanku dalam setiap pembaringan tentang sua kita.
Kasih…..Kapan engkau kembaki membelaiku dan membisikkan kalimat bahwa sayangmu adalah sebuah mahligai, kangenmu adalah raja dan kita arungi jeram hidup dengan phinisi. Aku rindu sayang…… aku resah jika tak ada kabarmu….sebab sua kita menjadi saksi kelak tentang sebuah keresahan, dan gita cinta yang telah menjadi melodi….
Kasih….Kuharap kau dalam kondisi sehat selalu……Seperti Aku disini yang selalu berada didermaga ini, menunggu kapal yang telah melabuhkan cintaku diujung sebrang samudera ini, karena sebuah impian…….kita kelak…….
Semakin bertambah hari, bulan …..bahkan tahun….disini aku tetap menjadi penjaga yang selalu menanti kedatanganmu dengan kabar gembira, untuk aku dengar pada gendang telingaku dengan bisikan….”Sayang, Aku selalu menatapmu ditengah rembulan, saying…..pancaran sukmamu menjadi nafasku” yah…..itu yang selalu kunanti.
Kasih…………..Goresan pena ini menjadi saksi bisu tentang bisikan nuraniku untukmu….
Dan selamat malam, semoga mimpimu dan mimpiku menjadi satu dan kita bertemu ditaman cinta yang telah kita buat bersama di alam mimpi.
Salam kangen selalu buatmu…..

                                                                           Dariku…..kekasihmu
                                                                          

Opiq Pratama

Sabtu, 09 Juni 2012

Musikalisasi Puisi


Puisi merupakan hasil cipta karya seseorang yang berbeda dengan karya sastra lainnya, Puisi bukan hanya dapat dideklamasikan semata akan tetapi juga dapat dikreasikan menjadi lagu sehingga pada pendeklamasian dikatakan musiklaisasi puisi.
Puisi menjadi salah satu bagian yang sangat ,menarik pada sebuah pementasan, sebagai salah satu contoh dalam penamatan maka siswa mesti kreatif dalam mencari formulasi baru dalam mendeklamasikan puisi. Salah satu cara yang menarik yaitu musiklasisasi puisi sehingga penonton tidak jenuh pada sebuah pementasan atau pagelaran.
Atikah Anindyarini, dkk. (2008:23) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus kalian lakukan agar kalian dapat memusikalisasi puisi secara baik, yaitu:
1. Menentukan puisi yang akan dimusikalisasi.
2. Mengapresiasi puisi yang telah ditentukan.
Mengapresiasi puisi artinya mencermati secara sungguh-sungguh sebuah puisi hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
3. Memerhatikan kesusastraan isi puisi dengan suasana yang dibangun.
4. Menentukan alat musik yang digunakan untuk mengiringi musikalisasi puisi. Alat musik yang akan kalian gunakan dapat berupa gitar, gendang, keyboard, dan sebagainya.
5. Menentukan notasi nada yang akan digunakan. Notasi nada tersebut dapat berbentuk notasi angka ataupun notasi balok. Guna notasi untuk mempermudah melagukan puisi tersebut.
Salah satu puisi yang menarik untuk dimusikalisasi puisi pada penamatan/pelepasan yang diselenggarakan oleh sekolah yaitu puisi Titipan Langit, Karya Mardianto, puisi ini menggambarkan sosok seorang guru yang berpesan kepada muridnya agar terus belajar. Berikut ini adalah syairnya

Titipan Langit

Dalam Sajak ini
Sepi menyeret
Heningpun menderu
Dipucuk keluh

Bersama sajak ini
Kutitip senyumku
Untuk muridku
Untuk muridku

Karena sebelum senja tiba
Kuyakin kau bintang
Kuyakin kau bulan
Kuyakin kau mentari

Bergegaslah menghapal abjda, aksara dan lontara
Sebelum kau berbicara pada rumput kering

Perlu kau tahu murid-muridku
Aku selalu hidup di alam lain
Meski sukma terseret pada telaga tak berdasar

Setelah menyanyikan puisi ini maka dilanjutkan dengan seuntai kalimat dari murid yang akan lepas atau meninggalkan sekolah tersebut sehingga melengkapi pementasan musikalisasi puisi tersebut

Daftar pustaka:
Anindyarini, Atikah dkk, 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs.Kelas IX. Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

Kamis, 07 Juni 2012

Puisi perpisahan


3 Tahun yang lalu kau injakkan kaki di sini
Bercanda dan tertawa serta meneteskan air mata
Dari balik kegalauan
Penamu menari dan memikirkan tugas-tugas

Tak terasa
3 tahun itu berlalu, seperti dalam hitungan detik
Beberapa sejarah kau goreskan di tempat ini

Sabtu, 02 Juni 2012

Contoh Pidato Pendidikan Bahasa Indonesia


Yang terhormat Bapak …………………..
Yang terhormat Bapak ………………………….
Dan seluruh hadirin yang hadir

Bissmillahirrahmani rahim
Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatu

Assalatu assalamu ala asrafil am’biyaain wal mursalim waala alihi ajmain amma baad, seraya memuja dan memuji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hinaya-Nya kepada kita semua sehingga pada kegiatan penamatan SMA…… dapat kita hadiri.
Shalawat dan salam atas junjungan Nabiullah Muhammad SAW yang memberikan kita pencerahan tentang ajaran Islam, ajaran keselamatan bagi seluruh Ummat manusia.

Hadirin Yang saya hormati
Pada kesempatan kali ini izinkan saya menyampaikan pidato singkat dengan tema PENDIDIKAN.
Pendidikan adalah pondasi awal untuk membangun Negara, sehingga pendidikan merupakan hal yang urgensial dalam kehidupan  kita. Akan tetapi pendidikan kita hanyalah sebuah retorika belaka sehingga pada tahap pengaplikasian masih dapat dikatakan nonsen. Sebagai contoh pendidikan kita masih ingin disempurnakan yaitu salah satunya adalah Ujian Nasional, ujian nasional ini menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi kita, karena dimana hanya pada sisi kognitif saja yang dinilai padahal Badan Nasional Standar Pendidikan memberikan penilaian kepada kita semua bahwa ada tiga ranah yang menjadi tolok ukur yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotrik, tetapi pada tahap pengaplikasian hanya ranah kognitiflah yang  menjadi toloku ukur dan itupun ditentukan hanya dengan 4 mata pelajaran di tingkat SMP/MTs. Dan 5 mata pelakajaran di tingkat SMA/MA, hal ini menjadi sebuah lelucon tersendiri.

Para hadirin yang saya hormati
Walau seperti itu adanya, sebagai siswa kita tetap bersaing dan  tetap menjadi nomor 1, pada saat ini wacana pendidikan karakter telah didengung-dengungkan budaya displin, budaya tanggung jawab, dan lain-lainnya semoga menjadi harapan,
Demikian pidato singkat ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Senin, 28 Mei 2012

KEMAMPUAN SISWA KELAS IX MTS. DARUSSALAM BARANDASI DALAM MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN LINGKUNGAN


ABSTRAK
Pada proses pembelajaran, seorang siswa dapat belajar di mana saja, termasuk lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan memanfaatkan lingkungan. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument penelitian berupa tes dan observasi mengenai kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan memanfaatkan lingkungan pada siswa kelas IX MTs. Darussalam Barandasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menuli puisi maka yaitu seberapa besar tingkat kemampuan siswa dalam menulis puisi mengenai tema, amanat, rasa, diksi dan majas. Data dianalisis dengan nilai persentase.
Hasil penelitian menujukkan bahwa media lingkungan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Penelitian yang dilakukan dengan dua siklus yang siklus I belum ada peningkatan karena tidak sesuai dengan standar ketuntasan minimal sedangkan pada siklus kedua sudah terjadi peningkatan karena nilai rata-rata sudah mencapai standar ketuntasan minimal yaitu 78,70. dengan rincian yaitu tidak adalagi yang memeliki nilai kurang, siswa yang memiliki kemampuan menulis puisi dengan kategori cukup sebanyak 14 orang atau 45,16 persen, siswa yang memiliki kemampuan yang baik dalam menulis puisi sebanyak 10 orang atau 32,25 persen, dan siswa yang menulis puisi pada kategori sangat baik sebanyak 7 orang atau  22,58 persen. Maka dari itu dapat simpulkan bahawa terjadi peningkatan kemampuan menulis puisi siswa kelas IX MTs. Darussalam Barandasi dengan memanfaatkan lingkungan .

Rabu, 16 Mei 2012

Resah, kangen, dan saling senyum


Dari lagu, dan akustik
Kita mainkan rasa
“Resah, kangen, dan saling senyum”
Kita mainkan dengan dendang gelombang malam

Dari pukulan jimbe
Menari dengan tarian suka
Dari gelombang sepi ke gelombang ramai
Sejak mata senja menapaki kelam
Yang membisik kalimat kasihmu padaku

Dari pui-pui 
Terkisah roman
Kau dan AKU
Dari raut wajah kalem ke senyum
“Ndi….resahmu ku kawini tiap malam bersama bintang
Dan rembulan saksi”

Buat:: Apriliano (Onggi)

Sabtu, 12 Mei 2012

Topeng

Wajah malaikat itu
Telah berbaur dengan topeng 
Dari balik topeng
"Tak ada yang abadi"
Ini hidup penuh dengan teka-teki

Sumbergambar:suzannita.wordpress.com

Minggu, 06 Mei 2012

“PEREMPUAN YANG TERSEMBUNYI”



 “Pagi”
“iya, Aku sedang di jalan”
Prak….prak…prak…… Suara dari seberang HP itu, lalu hening…
Nisa duduk di sofa tanpa berkata apa-apa, dihadapanya secangkir teh hangat, wajahnya pucat, bibirnya agak memutih dan matanya berlinang bulir-bulir Kristal banjir di sungai pipi, Nokia E-27 terjatuh dari gemgaman, tanpa ia sadar.
Masih duduk di sofa, Suara musik kembali terdengar dari Nokianya, 1 message, “Nisa, Gunawan kecelakaan, ia sekarang di rumah sakit Pangkep”.
Nisa berlari ke kamar, memakai jilbab kemudian berlalu, dengan niat segera bersua dengan Gunawan, meski ia belum menyegarkan badannya dari bau, meski tehnya belum selesai ia teguk, pikirannya tertuju pada Gunawan.
“Gun…semoga kamu baik-baik saja” lirih dalam hati
Pete-pete berhenti tepat di depan rumah sakit Pangkep, Nisa berlari ke receptionis, jam dinding menunjukkan 8.30, sudah 30 menit Gunawan terbaring, di ruang tunggu seorang ibu tua memanggilnya, derai air mata pecah di situ, dihadapan perawat, pasien, dan tabung oksigen, mereka berpelukan.
“Nak…den’repa na mat’tama diruangan ICU, de’pa na sadar” (Sejak dari tadi, ia diruangan ICU, namun belum sadar jua) bisik ibu Gunawan.
Mak….. Puange Maraja….pallisui lokka dipuange” (Mak…Allah SWT yang berkuasa, kembalikan kepadanya).
Seiring langkah Nisa ke ruang ICU bersama ibu Gunawan, dengan harap-harap cemas di broka Nisa, semoga Gunawan tak apa-apa, semoga dia diberikan hidayah oleh Allah SWT.
Gunawan yang terbaring, katanya ada luka robek di bagian jidat bagian kanan dan kini sedang proses jahitan, kaki kanan patah sebab benturan dengan kap mobil, dokter sementara berupaya menangani pasiennya, dengan hati-hati.
Nisa, ibu Gunawan, dan kerabat Gunawan duduk di depan ruang ICU, dengan asa semoga Gunawan dapat tertolong, tepat pukul 10.00 Dokter ke luar dari ruangan ICU, semua yang menunggu tiba-tiba berdiri.
“Dok….Bagaimana kondisi anakku” sahut ibu yang cemas dengan kondisi Gunawan.  
Bu…. Alhamdudillah, berkat pertolongan Yang Maha Kuasa, Gunawan bisa kita selamatkan, tapi….”
“Tapi..apa dok…?” Nisa dengan cepat berkomentar, ketika dokter tiba-tiba tunduk dan diam.
Dengan suara agak terbata-bata, wajah Dokter Fuadi menatap kerabat Gunawan, sambil melepas kacamata dan tangannya dia masukkan disaku baju praktek berwarna putih.
“Maafkan Aku….., Gunawan mengalami luka patah di bagian kaki kanannya, dahinya robek, mungkin benturannya agak keras”.
Tubuh Nisa lemas….ia lalu duduk dibangku ruang tunggu, menatap hampa, suara isak tangis…kembali mengalir.
Dokter Fuadi memanggil Ibu Gunawan untuk bicara empat mata, mungkin sangat rahasia hingga kerabat lain tak boleh mendengarnya.
“Bu…Aku mencari nama Nisa, apa ibu kenal denganya?” sahut dokter.
“Iye….Itu dia”
“Bu….saya harap, Nisa mau merawatnya, Nisa adalah kekuatan dalam diri Gunawan”
Dengan rasa penasaran Nisa menghampiri Dokter Fuadi, untuk meminta izin agar diperkenangkan melihat kondisi Gunawan, Dokter Fuadi melihat dari mata Nisa, ada rasa khawatir, Dokter Fuadi mengizinkannya, dan berharap yang merawatnya adalah Nisa.
Nisa masuk ke dalam ruang ICU, jantungnya berdetak tak menentu ketika ia menatap tubuh Gunawan terbaring di kasur, tangan kanannya dihiasi dengan inpus, Nisa, menatap dalam-dalam, seakan ingin memeluk Gunawan, tapi kondisi gunawan masih dalam keadaan kritis.
Nis…..Nis….Nisa…..nama Nisa disebut oleh Gunawan, matanya terpejam, kakinya sedikit bergetar, tangan yang terimpus bergerak sedikit-sedikit, Ada rasa gembira dihati Nisa…saat mendengar namanya disebut.
“Gun..iya, Aku di sini Gun..tepat di sampingmu”
Nisa menggemgam tangan Gunawan, pancaran rasa sayang mengalir dalam aliran darah, terus mengalir dinadi Gunawan. Jarum jam merah menunjukkan pukul 13.30, Nisa pamit dengan Ibu Gunawan untuk melaksanakan Sholat Dzuhur, ia langkahkan kakinya ke Masjid, masih di area rumah sakit. Air wudhu melepaskan sebagian jerit hatinya, kegalauan, dan keresahannya, Ia tunaikan kewajibannya sebagai ummat muslim, menghadap ke Sang Pencipta, Setelah selasai, ia panjatkan doa agar Gunawan segera pulih dari apa yang ia rasakan.
Usai sholat, Ia kembali ke kamar ICU, dibukanya pintu perlahan-lahan, sangat pelan, takut kalau Gunawan terbangun. Tersentak, ia melihat Gunawan sudah sadar, berbicang dengan ibunya, lalu dia menghampiri Gunawan.
Nak….idi si..jagai daengnu….elo’ka dolo lokka ma’sumpajang” (Nak….Saya sholat dulu, kamu di sini saja temani, kakakmu)”
“Iye….Mak..”
Nisa menatap Gunawan, cahaya keceriaan terpancar pada raut wajah Nisa, dalam hati memuja dan memuji syukur kepada Ilahi, atas jawaban doa.
“Nisa…Aku tak sempurna lagi….mama, telah menjelaskan segalanya kepadaku, sebuah peristiwa, tadi pagi, kamu lihat sendiri…”
“Tak usah banyak bergerak dulu, kamu istirahat saja dulu…, Kamu sudah makan?”
“Iya..mama telah menyuapiku tadi”
Udara panas menyengat di tubuh, panasnya berbeda dengan kemarin, mungkin akan turun hujan deras, kulap keringat Gunawan, dengan rasa kasih sayang, Suara ketokan terdengar dari balik pintu..tok…tok..tok…, seorang perempuan dan laki-laki masuk diantar oleh ibu Gunawan. Aku hentikan aktiftas melap keringat Gunawan, dan kulihat ia simpan kata dikeringat itu pas ketika ia melihat perempuan yang masuk tadi dan lelaki kurus berambut agak gonrong.
“Siang Gun….”
Perempuan berambut panjang, tinggi 160 cm, menaruh ole-ole di atas meja, pas didekatku.
“Siang Wan..........” “Hey….San….” 
Rona wajah Gunawan tak bersahabat ketika melihat wajah Sanni, seakan ia ingin memaki, menyumpahi lelaki itu, meludahi lelaki itu, dan Aku baru tahu siapa nama perempuan itu, nama yang asing bagiku, tak pernah Gunawan menyatakan kepadaku tentang nama Wani ditelingaku, siapa gadis ini?, mengapa gunawan sangat kesal nampaknya?.
Aku berjalan ke arah jendela, ku buka 1 kuping daunnya, membiarkan angin masuk,  kulihat ibu Gunawan akrab dengan Wani, selalu saja pertanyaan dalam benakku muncul, siapa gadis itu?, siapa Wani?, ada hubungan apa mereka?, kenapa Gunawan tak pernah memberitahukan Aku tentang Wani?. Namun kututup rapat-rapat wajahku yang resah tentang gadis itu dengan senyuman.
Lima menit Aku dipinggir jendela, kuputuskan untuk meninggalkan mereka, berjalan ke taman, kegalauanku terhadap perempuan itu kutancapkan pada tanah melalui angin. Menatap hampa dengan beberapa resah dikalbuku. Sungguh tak habis pikir, mengapa Gunawan menyembunyikan biografi gadis itu?, sudah hampir setahun Aku jalan bersamanya, sangat rahasia dan sangat rapat, sungguh lihai Gunawan menyembunyikannya.
Tanpa sadar Aku kembali melihat Sanni dan Wani keluar, dengan kendaraan roda dua, mungkin mereka sepasang sejoli.
Magaki daeng, na de’sipada denre kuita pa’kasiatta”. (Kamu kenapa kak…tak seperti tadi perasaanmu Aku lihat) sahut Anna, sambil memegang pundakku dari belakang.
De’ma ndi….”.
“Magaiki pale daeng, siapa tau malasaki?”(Lalu, kamu kenapa kak…apa kamu sakit?)
Ehm…manawa-nawama sedding ndi…kira-kira igaro den’re makkunrai’e”. (Saya hanya berpikir, siapa perempuan tadi)
Anna, adik Gunawan cuma diam, menyembunyikan sesuatu.
Ndi…elokka diolo lok’ka dikamarana daengmu, pettang ni se’ding na elo’ka lisu lokka di Maru, ba’japi ku lao mai’si”. (Dik…Aku mau ke kamar kakakmu, karena hari sudah agak gelap, Aku ingin kembali Ke Maros, nanti besok baru Aku ke sini lagi)
“Iye…daeng”
Berjalan menyusuri lorong-lorong Rumah sakit, letak kamar Gunawan agak jauh dari taman, sudah hampir ruangan ICU, suara pertengkaran antara Gunawan dan Ibunya terdengar, Suara membentak keluar dari bibir Gunawan, Aku urungkan Niatku untuk masuk, Aku dengar bahwa laki-laki itu adalah sahabatnya, tapi yang paling mengejutkan Aku, perempuan yang bersama sahabatnya adalah mantan kekasih.


  Khusus buat: Becek, Opiq

     

Kamis, 03 Mei 2012

Dari balik telepon

Dari balik telepon
Kau basahi jiwaku
dengan tarian dan senyummu
tepat pukul lima tadi

Dari balik telepon
Kau basahi batinku
dengan sukmamu yang kau utuhkan padaku
dengan kalimat
"Daeng, kangenmu telah kuterima 
dan kangenku kujatuhkan kepadamu"


Rabu, 02 Mei 2012

Keluh Pagi Anak Jalanan


Pagi menebarkan senyum
 Dari langit ketujuh bersama mendung
Kau bisikkan kalimat dari balik nalurimu
tentang galau tadi malam 

Mentari dari anak jalanan
Menembus cakrawala dari bekas senyum
"Bu....jangan pernah bertanya kehidupanku
Lorong dan kolom jembatan
telah merenggut keakuanku"

Dari balik naluri itu
senyum kecut menampar wajah
"Bu...ini kerinduanku
terhadap 3x4 Meter ruang, berpapan whiteboard
tentang kertas dan tas
tentang tugas-tugas
di sini kukerjakan semua
dengan telapak tangan ke atas
dengan wajah kusut mengemas
dari kain kehidupan"