Selasa, 10 Januari 2012

ANALISIS CITRAAN PADA PUISI TITIPAN LANGIT KARYA MARDIANTO


A.    Pendahuluan
Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri yang khas karena penyair berhak ingin menjadi apa saja dalam karyanya. Sastra merupakan kegiatan kreatif yang dihasilkan oleh seorang seniman dalam bentuk karya yang fundamental, baik itu dalam bentuk prosa, drama dan puisi sehingga penikmat atau pengapresiasi mampu membedakan jenis dan karekteristrik karya itu sendiri.
Tjahjono (2008:1), menyatakan bahwa teks sastra hendaknya dilihat sebagai entitas yang hidup, bukan barang mati. Teks sastra itu sebenarnya sebuah organisme yang hidup bukan sekadar onggokan unsur-unsur bisu dan mati.
Salah satu jenis karya sastra adalah puisi . Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang padat. Penyair memberikan imajinasi atau pencitraan yang khas sesuai dengan kehendaknya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu bagaimanakah citraan pada puisi titipan langit?
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui citraan puisi dari titipan langit. Manfaatnya agar dapat mengetahui citraan puisi dari titipan langit dan sebagai bahan referensi kepada semua penikmat sastra.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Puisi
Emerson dalam Syahruddin (2009:2) memberikan penjelasan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkan ada.
Pradopo (2003:3) menyatakan bahwa puisi merupakan sebuah hasil karya sastra seni yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuisian. Puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Sedangkan Waluyo (dalam Dzar Al Banna, 2010: 1) menyatakan bahwa Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang  padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif)
2.   Citraan Puisi
Ernest Nugroho (gubukbahasasastra.blogspot.com) menyatakan bahwa citraan puisi adalah penggambaran mengenai objek berupa kata, frase, atau kalimat yang tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran. Adapun Jenis/macam citraan (imaji) yaitu:

a.    Citraan penglihatan (visual imegery)
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Seperti Mataku terpanah mamandang cakrawala.

b.    Citraan pendengaran (auditory imagery)
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga). Contohnya camar bernyanyi, Suara gemuruh dalam kelam

c.    Citraan perabaan (tactile imagery)
Citraan perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan sebagainya.

d.    Citraan penciuman (olfactory)
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium sesuatu.

e.    Citraan pencecapan (gustatory)
Citraan pencecapan adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera pengecap. Pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan lain-lain

f.     Citraan gerak, yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak.

g.     Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Citraan ini membantu kita dalam menghayati suatu objek atau kejadian yang melibatkan perasaan.

3.      Titipan Langit

Dalam sajak ini
Sepi Menyeret
Heningpun menderu di pucuk keluh

Bersama sajak ini
Kutitip senyum pada murid-muridku
Karena sebelum senja tiba
Kuyakin engkau kejora,…..bulan,…. Bahkan matahari
Bergegeslah menghafal abjad, aksara dan lontara
Sekalipun
Sebelum berbicara pada rumput kering

Sungguh masih terlalu pagi
Untuk mengejar mimpi, meski raga terseret
Pada rimba, telaga tak berdasar
    ‘Yang kerap datang menari di tepi sadarmu’

4.   Citraan Dalam Puisi Titipan Langit
Citraan yang telah dianalisis dalam puisi titipan langit  yaitu citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan.
a.    Citraan penglihatan (visual imegery)
Citraan ini dapat dilihat pada kalimat Kutitip senyum pada murid-muridku dan pada kalimat  Pada rimba, telaga tak berdasar Seorang penyair menginginkan bahwa apa yang ia rasakan juga dirasakan oleh pembaca mengenai pendidikan.
b.   Citraan pendengaran (auditory imagery)
Citraan pendengaran yang terdapat pada puisi titipan langit karya Mardianto ini dapat dilihat pada bait pertama baris kedua.

Dalam sajak ini
Sepi Menyeret
Heningpun menderu di pucuk keluh

Kata sepi dan heningpun memberikan pemaknaan yang deskripsi yaitu ia tak mendengar suara-suara apapun. Dalam kalimat sepi menyeret dan heningpun menderu di pucuk keluh Mardianto mengajak kita memahaminya bahwa kesepian terhadap dirinya.
c.    Citraan perabaan (tactile imagery)
Pada bait Ketiga baris  kedua yaitu Untuk mengejar mimpi, meski raga terseret ingin memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa apapun yang terjadi seseoarng tetap berjuang untuk melanjutkan apa yang diimpikan, kata raga terseret, seorang Mardianto berharap apapun terjadi impian kita tetap harus terwujud.
d.   Citraan penciuman (olfactory)
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Pada puisi titian langit tidak ditemukan citraan pemciuman.

e.    Citraan pencecapan (gustatory)
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Pada puisi titian langit tidak ditemukan citraan pemciuman.

f.     Citraan gerak
Pada puisi titipan langit, untuk citraan gerak dapat dilihat pada kalimat Bergegeslah menghafal abjad, aksara dan lontara dan pada kalimat Yang kerap datang menari di tepi sadarmu.

g.    Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan).
Citraan ini pada puisi titipan langit dapat dibaca pada Kuyakin engkau kejora,…..bulan,…. Bahkan matahari


C.    Kesimpulan
Pada puisi titipan langit karya Mardianto setelah dianalisi bahwa memiliki citraan Citraan penglihatan (visual imegery) dilihat dari kalimat Kutitip senyum pada murid-muridku dan Pada rimba, telaga tak berdasar, Citraan pendengaran (auditory imagery) dapat dibaca pada teks Sepi Menyeret dan Heningpun menderu di pucuk keluh, Citraan perabaan (tactile imagery) dapat dibaca pada kalimat Untuk mengejar mimpi, meski raga terseret, Citraan gerak dapat dibaca pada kalimat Bergegeslah menghafal abjad, aksara dan lontara dan pada kalimat yang kerap datang menari di tepi sadarmu, Citraan perasaan dapat dibaca pada kalimat Kuyakin engkau kejora,…..bulan,…. Bahkan matahari sedangkan pada Citraan penciuman (olfactory) dan Citraan pencecapan (gustatory) tidak ditemukan dalam puisi titipan langit

D.    Daftar Pustaka

Al Banna, Dzar. 2010. Analisis Puisi "dengan puisi, Aku" Karya Taufiq Ismail http://dzaralbannasastra.blogspot.com/2010/ dikutip on line pada tanggal 9 januari 2012.

Nugroho, Ernest. 2009. Goedang Bahasa Dan Sastra gubukbahasasastra.blogspot.com, dikutip online pada tanggal 9 Januari 2012.

 Himabas, STKIP YAPIM Maros, Ttipan Langit Antologi Puisi. Jakarta Pusat: PT. Pustaka Indonesia Press Jakarta.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Tjahjono,    Tengsoe. 2008. Menciptakan Ruang Apresiasi Puisi, www.kotapuisi,co.id, dikutip on line pada tanggal 2 januari 2012.
 Syahruuddin. 2009. Apresiasi Puisi.  Makassar: CV. Permata Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar