Minggu, 25 Agustus 2013

Tuan

Tuan…….
Ini demokrasi
Ajari kami kehidupan
Bukan emosi luapan

Tuan….
Batin kami lemas, butuh penganan
Jangan…Jadikan kami pengemis

Tuan
Raga kami gemetar
Dari suara halilintarmu
Sebab kami bukan sultan


Barandasi, 20 Agustus 2013

Senin, 13 Mei 2013

UPAH MINUMUN REGIONAL BAGI GURU HONOR


(Refleksi Hari Pendidikan, Mimpi Sang Guru Honorer)

Awal bulan Mei, dua tanggal yang diperingati sekaligus Hari Buruh dan Hari Pendidikan Nasional. Media massa memberitakan kedua momen ini, yang muncul dalam benak saya, apa perbedaan antara Buruh dan Guru, tentunya sangat jauh berbeda, Buruh kerja di perusahaan sementara Guru bekerja di Sekolah. Objek buruh adalah benda mati, sedangkan objek Guru adalah Manusia. Bahkan Guru mencetak buruh, mencetak mereka yang duduk di parlemen.
                                          http://media.viva.co.id
Akan tetapi, Coba tanyakan kepada buruh dan guru honorer berapa besaran gaji mereka terima per bulan. Tentunya buruh akan menjawab secara variasi, ada yang menjawab Rp. 500.000/bulan sampai Rp 1.100.000/bulan. Nah, jika pertanyaan ini diacukan ke Guru Honor, pasti jawabanya ada yang Rp 100.000/bulan sampai Rp 500.000/bulan.
Sangat miris kondisi pendidikan kita ini, apalagi jika guru honor dituntut untuk meningkatkan kualifikasi akademiknya sementara bantuan dana pendidikanpun tak ada. Lima bulan lama penantian sebagai guru honorer yang ada di Kabupaten Maros menunggu dana BOS yang tak kunjung cair (Khusus Kementrian Agama Kab. Maros), konon katanya pihak DPR telah membintangi tiga kementrian yang ada dipusat yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama, dan Kementrian Pemuda dan Olahraga. Hal ini mengakibatkan kondisi kantong guru honorer telah kering karena mereka hanya mengandalkan dari anggaran dana BOS dan tunjangan sertifikasi mereka.

Minggu, 28 April 2013

Impian Romi



Kesunyian pecah dengan kopi hitam terasa ditenggorokan, seperti lidah enggan menyapa santapan malam ini dengan kebisuan ramai di malam tahun baru, namun entah siapa yang mesti merasuki kebisuan malam dengan wujud yang menyambuti ruh kesucian dan sunyi melega dari sudut kebisuan dari keramaian. Seperti kerinduan Romi pada malam tahun baru ini tentang sebuah impian dan mungkin tak akan menjadi apa-apa sebab hanyalah bayang-bayang mimpi dan akan terenggut tepat pukul 24.00.
Suara sorak yang menyambut tahun baru. Romi masih dipinggir jalan menatap langit yang mendung dan percikan kembang api. Ditangannya sebuah buku pelajaran. Dalam benaknya tersimpan banyak pertanyaan yang kadang tak mungkin menjadi kenyataan.
Keinginan terbesar dalam hidupnya adalah menjadi orang yang berguna untuk ibunya karena sejak ayahnya meninggal, ia menjadi tulang punggung keluarga. Walau Romi masih belia, ia tak kenal lelah dalam menjalani aktifitasnya yang terkadang sampai larut malam dan tanpa terasa ia tertidur sambil duduk dekat tungku pembakaran ikan. Rayuan mata yang menyimpan segala beban dalam dirinya sebab ia belum menyelesaikan beberapa tugas yang diberikan oleh pembimbingnya.
Suara klakson terdengar, tersentak ia bangun dan membunyikan sempritan dan mengatur mobil yang berlalu lalang dan uang seribu telah masuk dalam kantongnya. Sepintas melihat jarak dekat tulisan PT. Amanah Jaya dalam hati ia bertanya mungkinkah ketika Aku dewasa dapat mewujudkan mimpi sementara Aku terlahir dari keluarga miskin, rumah beratap rumbiah, dinding seng mengelilingi dan lantai berlapis terpal untuk tidur serta makan dua kali sehari cukup bagiku. Tak mungkin... Romi menepis  mimpinya.
Perutnya telah berbunyi lantunan musik, sedari tadi belum diberikan hak sebab uang saku telah ia kumpul untuk membeli kebutuhan sekolahnya. Di Makassar ini buku pun dibeli agar tetap melanjutkan sekolah apalagi yang lain. Hasil dari jerih payahnya selalu ia sisihkan untuk membeli buku dan membawanya ke tempat kerja. Sudah menjadi warisan ayahnya katanya buku menjadi sarana untuk membuka pintu kesuksesan. Amanat dari ayahnya telah menjadi kebiasaan dari pagi sampai ia menutup matanya.
Pukul 02.00 dinihari para pengendara telah melanjutkan kendaraan balik dari pusat kota. Keramaian petasan menyisahkan letusan dan asap sesekali terdengar. Penat tubuh tak tertahan. Mata tak lagi berkompromi, tugas telah menanti, waktunya istirahat, Romi melangkah pulang menyusuri lorong-lorong sepi di gank 5 daya. Dia membuka kantong rumpi warna orange, jika ia kembali mengingat teman-temannya yang kerap mengatainya dengan sebutan jukir, terkadang ia sedih tapi tetap tegar menghadapainya karena prinsipnya adalah mencari uang dengan cara yang halal.
Romi menghitung satu per satu lembar pecahan seribu dan esok ia setor di Dinas Perhubungan. Saatnya ia istirahatkan tubuhnya dan memanjakan tubuhnya. Kokokan ayam mulai berbunyi sebelum kuselesaikan tugas rumah, kuambil buku di meja, sebuah novel yang kerap Aku baca Ainun & Habibie. Buku ini menyemangati Romi setiap detik langkahnya. Kuambil catatan-catatan dalam laci kukumpulkan serta mempelajarinya dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bu sahria. Matahari pagi sudah menampakkan  sinarnya. Memasuki ruas-ruas rumah. Kutatap jam 07.00 sudah waktunya ke sekolah. Kuambil tas dan menyusuri lorong-lorong ke arah selatan ke MTs. Al-Hudaya Daya
Jam pertama dimulai bu Sahria masuk mengajar dan Romi mengumpulkan tugasnya, walau ia anak yang tak memiliki apa-apa tapi soal pelajaran ia tak pernah keluar dari tiga besar, hal itulah yang membuat guru-guru MTs. Al-Hudaya Daya bangga akan dirinya serta teman-temannya. Romi menjadi kebanggan tersendiri oleh teman-temanya namun ia tetap merasa rendah hati tak ada yang ia banding-bandingkan dari teman-temannya, yang kaya maupun yang misikin sama saja baginya karena dihadapan Tuhan adalah sama, aktiftas yang dilakoninya tiap hari, pulang dari sekolah ia harus membanting tulang untuk kebutuhan hidupnya.
“Romi, hari ahad nanti tamu dari DPRD Propinsi akan datang ke Madrasah kita, kuharap kau dan teman-temanmu dapat menunjukkan pementasan yang terbaik”
“Baik, Bu”
Romi selain dikenal dengan anak yang pintar, ia juga aktif di kegiatan ekstrakuliker. Yaitu di kegiatan seni
Ahad, 6 Januari 2013, pentas seni dimulai, tamu dari DPDR Propinsi disambut dengan tarian penjemputan dan aru (Amuk) Romi yang menggaru (mengamuk) menatap wajah salah satu dari anggota DPRD itu, wajahnya tak asing sebab hampir tiap malam ia membaca kumpulan cerpen yang pernah diterbitkan beberapa tahun yang lalu oleh Anggota DPRD tersebut. Salah satu daftar tokoh favorit selain Iwan Fals, Dahlan Iskan, Prabowo, BJ. Habibie, dan Jusuf Kalla karena mereka memiliki sifat Getteng (Berani) sesuai dengan amanah dari almarhum ayahnya. Kumpulan cerpen Warisan inilah yang kerap ia baca selain novel Ainun&Habibe hingga ia pernah mencatat dalam diarinya ,kelak jika ia dewasa ia ingin seperti penulis cerpen tersebut. Usai menggaru (Mengamuk) , tamu dijamu dan pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Selah satu siswa yang mendapat beasiswa adalah Romi, ia tak pernah membayangkan dirinya akan mendapat beasiswa, rasa syukur dan riang dalam dadanya bercampur dan berkata Alhamdudillah Ya Rabb... Engkau Maha Tahu... Maha Segalanya...pemberian hadiah itu diberikan langsung oleh Wawan Mattaliu, seorang cerpenis muda yang ia kenal dari beberapa referensi sastra yang pernah ia baca, satu kesyukuran dalam dirinya karena ia dapat berjabat tangan langsung kepada tokoh yang ia idolakan.
“Belajar yang baik, Nak”
“Makasih, Pak”
Kabar gembira ini ia bawa pulang ke rumahnya, ibu mesti tahu hal ini, 2 kabar yang bahagia yaitu amplop beasiswa pendidikan dan  ia bertemu langsung dengan tokoh idolanya.
Assalamu alaikum, bu”
Waalaikum salam, nak, wajahmu sangat berseri, ada kabar apa yang kau bawa dari madrasah?”
“Bu, Romi mendapat hadiah, beasiswa untuk melanjutkan pendidikan”
Alhamudidllah
Usai makan siang, ia mengambil rumpi untuk kembali beraktiftas, sempritan di saku menuju rumah makan Cak Nur, disitulah aktiftas keseharian ia lakukan. Dan masih didalam benaknya tentang impiannya ketiwa ia dewasa, dan dapat menjadi pemimpin bangsa ini sekaligus sebagai cerpenis.

   

Minggu, 03 Maret 2013

Percintaan Valentine

Percintaan yang kerap menjadi kesumat
Kau hanya diam jika egosime memuncak
Aku bergeming ketika raut wajahmu mulai menanda
menanda warta dari desir angin angkutan kota
tentang cemburu, kegalauan dan 
tentang perempuan yang masih membayangkan wajahku
dan menyimpannya di lemari kaca yang retak

percintaan yang gulita
sebab kecemburuan menyelimuti langkahmu 
menyelimuti hati kecilmu
di saat valentine bergaris-garis dijidat

percintaan yang tak lagi ada senyum
jika pertengkaran kita memuncak
tak ada lagi sayang dan tak ada lagi cinta
hanya dendam berkesumat
dan berkata di balik dada
"Mengapa Aku pernah mengenalmu"

Percintaan dengan mata berkaca
ku eja kembali kalimat valentine
dadamu tersentak dan menyatakan
Valentine ini bukan untukku sayang
tapi kau adalah untukku
dan Aku milikmuhttp://indra-anwar.blogspot.com/