Selasa, 07 Februari 2012

SEPINTAS RISALAH

Sebelum gemintang menawarkan senja untuk kembali pada peraduannya, sebelum bulan menjadi sabit, lebih nikmat rasanya jka segelas kopi pekat mengawali perbincangan dan senja lebih nikmat untuk diresapi secara totalitas pada kali ini
Tak ada lagi yang sepakat ketika romanc yang telah dilalui menjadi indah sebab pekatnya mendung menutupi biasnya cahaya. Telah lama pula dirimu ditempati kegelisahan untuk memadu kisah yang  bermakna sebab tembok berlapis baja sulit untuk dibekukan dan ditundukkan dengan kalimat-kalimat puitis yang konotattif
Terkadang sepi menyapa dibalik tirai, pencairan hidup, aur dan petakan sawah setengah telah hilang membuat nyenyak dimaknai dengan sejuta sesal kisah dengan beberapa episode yang elegy dengan kalimat permaafan dan tak patut untuk dilayangkan.
Sebab lara tak telah mampu meruntuhkan pondasi atau soko yang tapuh. Eksistensi jiwa telah lenyap bersama putik memecah hening malam. Perempuan dan pria lajang menyatu dengan hakikat cinta yang rapuh hingga sepipun berujung dan ending tak nikmat.
Bila malam menyapa dalam galau, resahpun menapaki puncak kegelisahan tentang diriku dan dirimu. Suatu kalimat kompleks ketika kita sematkan rasa pada bingkai carik kertas buram yang telah lusuh dan basah terdampar pada lumpur kebatilan “Aja tampirai pappojinu ri alekku saba idimi papojinna atingku” kalimat yang membuat keakuanku bergetar,. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar