Rabu, 09 November 2011

Nadia

Sudah larut malam tapi mataku belum berasa untuk tertutup, entah pemikiran apa yang ada pada benakku, lama aku membaringkan tubuhku tapi gelisah saja yang aku dapat. Suara muadzin terdengar, sudah subuh rupanya, tapi tetap mataku tak kunjung berkompromi. ku telusuri ruang-ruang yang membuat galau, kegalauan itu mengantarku pada satu ttik yaitu dibalik senyuman manismu ada keganjalan dan ada keraguan tapi entah apa. rupanya ini yang membuat nanar Ami tak mau ke bunga mimpi.
Nadia.....kemudian membalikkan tubuhnya didapati sebuah ilusi yang kerap menghantui tentang siapa wanita yang selalu tertera pada panggilan keluar handphone  Iksan. dan apa posisinya dibenak Iksan, inilah keganjalan yang membuat Nadia tak berkutip apa-apa. Lama Nadia memendam rasa penasaran ini selalu ia inging menanyakan tentang wanita itu ke Iksan tapi Nadia tak mampu mengucapkan bahasa verba dibibirnya karena takut kalau nanti Iksan tersinggung dan marah.
Masih teringat jelas di broka Nadia pada saat selesai nonton disalah satu bioskop di Makassar, Ia duduk berdua dicafe dengan Iksan, sambil meminum minuman dingin  Iksan sibuk mengotak-atik HP-nya dan memanggil nomor yang namanya  tertera Windy.
Windy....siapa wanita ini dan apa posisinya dihati Iksan, muncul pertanyaan yang ada dalam hati Nadia, dia telusuri nama Windy dibenaknya...ternyata ia temukan bahwa Windy ini adalah wanita satu instansi dengan Iksan. Iksan selalu mengantarnya karena jarak antara Windy dan Iksan tak terlalu jauh. Nadia ingat pula pada suatu tamasya Iksan mengajakku kesana karena ia ingin memperkenalkan Aku dengan rekan-rekan kantornya tapi disana ku dapati mata Iksan dan mata Windy bertemu dan sambil melempar senyum serta melambaikan tangan. Dalam hati Nadia begitu sakit tapi ia berpura-pura untuk tak terlihat cemburu.
   Kokokan ayam menandakan fajar telah terbit genap semalam Nadia tak pulas dengan pertanyaan ini. Pertanyaan yang menghantuinya. Petanyaan yang mungkin tak butuh jawaban atau juga harus dilenyapkan dalam pemikiran Nadia sebab Nadia Sadar bahwa tak pantas ia bersanding dengan Iksan apalagi bersaing dengan Windy karena Nadia tak mampu membahagiakan Iksan dengan Materi.
Suara melodi dari Hp Nadia berbunyi, sms itu dari Iksan..."Pagi adalah awal untuk memulai perjalanan mari kita sematkan pagi ini dengan mengucapkan basmalah" kalimat ini adalah kalimat yang baik tapi tidak menyenangkan hati Nadia. Iksan kalau saja kau jujur kepadaku tentang hubunganmu dengan Windy aku akan rela...iklas Iksan karena untuk kebahagianmu aku akan melepaskanmu walau aku tahu rasaku tak mungkin akan hilang karena kau pria yang baik buatku, yang dapat menjadi pemimpin bagi kaum hawa.gumam dihati Nadia.
Nadia...Nadia... suara ibu yang memanggilnya
Iya bu....
Nak....mandi sana..sebentar lagi kamu ada kuliah..
Baik bu....
Nadia bergegas mandi dan setelah sarapan ia pamit kepada ibunya untuk ke kampus walau matanya agak berat karena semalam tak tertidur, tapi ia berusaha untuk tak memberikan semiotik kepada ibunya bahwa kegalauan dalam hatinya tentang kehidupan pribadinya.
Sesampainya dikampus turun dari angkot ia melihat Iksan membonceng windy, kelihatan mesra, mereka bercanda di atas motor Iksan, hati Nadia seakan teriris sembilu ingin Nadia berteriak tapi malu karena teman-teman kampusnya telah memanggilnya. Iksan....kalau kau jujur bahwa kesetianmu telah kau gadaikan kepada Nadia aku iklas Iksan...Aku rela..demi kebahagianmu.
Pemikiran ini mengganggu konsentasri Nadia dalam menerima mata kuliah, akhirnya Nadia meminta izin kepada ketua jurusan dan penasehat akademik agar ia dapat pulang, Suara parau dan badan yang membuat Nadia letih mengharuskan penasehat akademik dan ketua jurusan mengizinkan Nadia untuk beristirahat selama ia dapat pulih.
Nadia kembali kerumahnya dengan perasaan kecewa. Sesampainya di rumah ia langsung ke kamarnya sambil memeluk guling ia tak mampu membendung kristal-kristal dipipinya yang sedari tadi ingin membasahi pipinya. Sejak itu Nadia terbaring lemas tak berdaya ditangannya terdapat infus dan gairah makan tak kunjung ada, sejak ia melihat Iksan dan Windy bersama walau Iksan pernah menjelaskan dengan sejuta retorika dan apologinya tapi hati Nadia terlanjur sakit. Ibarat gelas yang telah jatuh dan hancur tak akan mungkin sempurna walau ia ditambal dengan plaster apapun itu.
"Nak...kamu makan yah...kata ibu nadia
Nadia... tak menjawab apa-apa, pandanganya kosong, raut wajahnya kusam, badannya yang dulu bertubuh sintal sekarang telah kurus banyak teman-temanya yang datang menjenguk Nadia merasa prihatin kepadanya, tetap konsentrasi Nadia tak ada lagi untuk hidup, sekan jiwanya telah pergi sekarang sisa jasadnya.
 Kini Nadia terbaring di RS. Wahidin, kondisinya masih seperti itu, sementara ibunya telah pasrah melihat kondisi Nadia. Ia tak tahu dengan cara apalagi Nadia dapat dibangkitkan jiwanya, jiwa yang selalu periang, jiwa yang selalu merasakan kehangatan pelukan ibunya.
Sudah seminggu Nadia terbaring lemas, tak satupun kata yang keluar dari Nadia, dia bagaikan robot yang kehilangan remote control. Siang itu suara muadzin terdengar. Ibu nadia menunaikan sholat sambil berdoa memohon kepada Sang Maha pencipta dengan harapan bahwa nadia dapat sembuh deperti dulu walau itu menurut ibunya adalah mukjizat.
"Ya...Sang Rabb...tak ada ibu yang mau melihat anaknya menderita.... tolonglah hambamu ini sembuhkan Nadia anakku..."
Nadia suara rintihan dari ibunya, kemudian dengan perlahan-lahan Nadia memanggil ibunya..
"bu....bu.... "
"Nadia....ada apa nak....bicaralah..."
"Maafkan aku bu...yang telah merepotaan ibu..., maaf yah bu...."
"Nadia....tidak nak...nda usah kamu ngomong dulu..istirahatlah, satu kesyukuran bagi ibu karena kamu mau bicara nak..."
"bu.....mungkin besok aku bisa pulang, aku sudah merasa sembuh'
"Nak..kalaupun besok kamu membaik, aku akan meminta dokter untuk membawamu pulang"
"Nak...kemarin Iksan datang melihat keadaanmu, tapi ia hanya sebentar saja karena katanya ia akan keluar daerah untuk dinas luar"
Nadia tak menjawab apa-apa, mendengar nama iksan ia merasa muak, tapi ia tak mau memberitahukan kepada ibunya, biarkan ibunya tahu sendiri apa akhirnya nanti.
Tiba-tiba dokter datang memeriksa kondisi Nadia, dokter pun heran bahwa kondisi Nadia berangsur-angsur membaik hingga katanya Nadia bisa dibawa pulang dengan catatan bahwa selalu chek up tiap minggu.

Pagi itu, Nadia kembali kerumahnya, kenangan pahitnya ia simpan di RS. Wahidin. tak lama duduk teman-teman satu kampus Nadia datang menjenguk Nadia, dari situlah terdengar kabar bahwa apa yang menjadi pemikiran Nadia selama ini memang benar bahwa Iksan kekasih yang dianggap setia ternyata telah menghianatinya. karena salah satu dari temannya adalah sepupu dari Windy, Kabar bahwa iksan keluar kota ternyata untuk mengelabui Nadia saja padahal ia asyik bersama dengan Windy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar